Minggu, 03 Juni 2012

Soekarno Berbicara Tentang Marx

Lama tidak menulis dan mengisi blog ini...begitu banyak kesibukan didunia nyata membuat saya sedikit melupakan blog ini. Kali ini saya tidak akan memposting tulisan yang saya buat sendiri, saya tertarik untuk memposting sebuah tulisan dari bapak bangsa yaitu Ir.Soekarno mengenai memoar 50 tahun meninggalnya Karl Marx, seorang tokoh yang saat ini dihujat tulisan-tulisannya sebagai dasar atheisme dan dilarang untuk dibaca di Indonesia. Terlepas dari isu komunisme yang dan fitnahan amoral pemerintah  terhadap karya-karyanya, ternyata bagi Soekarno,Marx adalah salah satu tokoh penggerak yang membongkar sistem yang mengeksploitasi a.k.a kapitalisme yang patut dikagumi.Tulisan ini terdapat didalam buku beliau yang berjudul di Di Bawah Bendera Revolusi, sebuah buku yang bagi saya harus dibaca seluruh generasi muda Indonesia, agar kita menjadi generasi muda yang kritis, mandiri dan berani berdiri dikaki sendiri.

MEMPERINGATI 
50 TAHUN WAFATNYA KARL MARX
oleh : Ir. Soekarno

F.R yang sekarang ini adalah mendekati 14 Maret 1933. Pada hari itu, maka genap 50 tahun telah lalu, dimana Karl Marx menutup matanya untuk selama-lamanya.
Marx dan Marxisme!.
Mendengar perkataan ini, maka tampak suatu bayangan dipenglihatan kita dimana berduyun-duyun kaum yang melarat dari segala bangsa dan negeri, bermuka pucat dan berbadan kurus, dengan pakaian yang sobek : tampak pada angan-angan kita dirinya pembela dan kampiun simelarat tadi seorang ahli fikir yang berketepan hati dan tindakannya mengingatkan kita pada pahlawan dari dongeng kuno Jerman yang sakti dan tiada terkalahkan itu, suatu manusia yang "geweldig", yang sesungguh-sungguhnya bernama "datuk" pergerakan kaum buruh, yakni Heinrich Karl Marx.


Dari muda sampai wafatnya, manusia yang hebat ini tiada berhenti-berhentinya membela dan memberi penerangan pada simiskin, bagaimana mereka itu sudah jadi sengasara dan bagaimana jalannya mereka akan mendapatkan kemenangan : tiada kesal dan lelahnya ia bekerja untuk dan berusaha untuk membela itu: selagi duduk diatas kursinya, didepan meja tulisnya, begitulah ia pada 14 Maret 1883-lima puluh tahun yang lalu-, melepaskan nafas penghabisan.

Seolah mendengarkanlah kita diseluruh negeri suaranya menggelegar bagai guntur, tatkala ia berseru pada tahun 1847 " Kaum ploretar diseluruh negeri,kumpullah menjadi satu". Dan sesungguhnya! riwayat dunia belum pernah menemui ilmu dari satu manusia yang begitu tepat masuknya dalam keyakinan satu golongan didalam pergaulan hidup, sebagai ilmunya kaum buruh. Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan menjadi ribuan dari ribuan mejadi laksaan, ketian, jutaan... begitulah jumlah pengikutnya bertambah-tambah. sebab, walaupun teorinya sangat sukar dan berat bagi kaum pandai, maka "amat gampanglah teorinya dimengerti oleh kaum yang tertindas dan sengsara, yakni kaum melarat yang hanya berkeluh kesah itu.

Berlainan dengan sosialis-sosialis lain, yang mengira bahwa cita-cita sosialisme itu dapat tercapai dengan cara pekerjaan bersama antara majikan dan buruh, berlainan dengan umpamanya : Ferdinand Lasalle, yang teriaknya ada suatu teriak perdamaian, maka Karl Marx, yang dalam tulisan-tulisannya tidak ada sekalipun memakai kata kasih atau kata cinta, membeberkan paham pertentangan kelas: paham centralistik, paham perlawanan-zonder-damai sampai habis-habisan. dan bukan itu saja! ilmu diakletika materialismenya, ilmu nilai-kerja, ilmu harga lebih, ilmu historis matrialismenya,ilmu statika, dan dinamika kapitalisme, ilmu verelendung , semua itu adalah "jasanya" Marx. Dan meskipun musuh-musuhnya, terutama kaum anarchist sama menyangkal jasa-jasanya Maex yang kita sebutkan diatas, meskipun lebih dulu didalam tahun 1825, Adolphe Blanqui sudah memperkenalkan ilmu matrialisme historis, meskipun teori harga nilai lebih sudah lebih dahulu oleh ahli fikir seperti Sismondi dan Thompson , tapi tidak dapat disangkal bahwa Karl Marxlah yang telah memperdalam dan menyebarkan teori-teori itu hingga "kaum melarat" dengan gampang mengerti penderitaannya.

Mereka dengan gampang mengerti, seolah-olah suatu hal yang "sudah-mestinya-begitu", segala seluk beluknya harga lebih : bahwa kaum borjuis lekas menjadi kaya karena kaum ploretar punya tenaga yang tidak terbayar. Mereka dengan gampang mengerti seluk-beluknya histori matrialisme : bahwa urusan rezekilah yang menentukan segala akar-pikiran dan budi pekerti riwayat dan manusia. mereka dengan gampang mengerti seluk beluknya dialektika: bahwa perlawanan kelas adalah suatu keharusan riwayat dan oleh karenanya kapitalisme "menggali sendiri liang kuburnya".

Begitulah teori yang dalam dan berat itu dengan gampang saja masuk didalam keyakinan kaum yang merasakan sel-sel yang diteorikan itu, yakni didalam keyakinannya kaum yang perutnya senantiasa keroncongan. sebagai tebaran benih yang ditebarkan oleh angin kemana-mana dan tumbuh dimana pula ia jatuh, maka benih Marxisme ini berakar dan tumbuh dimana-mana. Benih yang ditebarkan di Eropa itu sebagian telah ditebangkan pila oleh topan zaman ke arah khatulistiwa, terus ke Timur, jatuh dikanan kirinya sungai Sindu dan Gangga dan Yang tse dan Hoang Ho, dan dikepulauan yang bernama Indonesia.

Nasionalisme didunia Timur ini lantas "berkawinlah" dengan Marxisme itu, menjadi satu nasionalisme baru, satu ilmu baru, satu itikad baru, satu senjata perjuangan baru, satu sikap hidup yang baru.
Nasionalisme inilah yang kini hidup dikalangan rakyat Marhein Indonesia
Karena itu, Marhaenpun, pada hari 14 Maret 1933 itu, wajiblah berseru :
"Bahagialah yang wafat 50 tahun berselang"

"Fikiran Ra'jat,1933"

*buku yang digunakan sebagai sumber masih menggunakan ejaan yang belum disempurnakan, karena itulah demi kenyamanan pembaca, penulis menyesuaikan dengan EYD yang ada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar