Jumat, 15 April 2011

Balance of Threat dan Kebijakan Luar Negeri Amerika.

Neorealisme paradima
            Stephen M Walt dalam papernya yang berjudul International relation, One World Many Theories. Menyatakan konsep realism berkembang pada saat perang dingin . Realisme menjabarkan bahwa peritiwa internasional sebagai perjuangan untuk kekuatan diantara kepentingan-kepentingan Negara dan realism biasanya pesimis mengenai prospek pengurangan konflik dan perang. Karena itulah konsep realisme banyak dipakai dalam menganalisis perng dingin karena sangat cocok untuk menjelaskan mengenai perang, alliansi dan imperialis serta fenomena-fenomena internasional lainnya. Karena pada masa tersebut permasalahan yang umumnya merupakan permasalahan ancaman-ancaman kedaulatan dan okupasi dari Negara lain. Para pemikir realism seperti Hans Morgenthau dan Reinhold Nielbuhr percaya bahwa hubungan antar Negara mirip dengan hubungan antar manusia, memiliki hasrat untuk mendominasi yang lainnya yang menyebabkan mereka untuk saling berperang. 
            Sedangkan Neorealis yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz mengesampingkan hubungan sifat alami manusia dan lebih focus kepada efek dari system Internasional. Bagi Waltz Sistem Internasional terdiri dari kekuatan-kekuatan besar yang terus mencari untuk bertahan. Dan system internasional itu sendiri adalah system yang anarki dimana tidak ada satupun autoritas sentral yang dapat benar-benar melindungi suatu Negara dari Negara lainnya. Setiap Negara harus mampu melindungi dirinya sendiri. Neorealisme sebernya terbentuk akibat semakin kompleksnya perkembangan dunia dan membuta harus adanya perubahan dalam pemikiran realism. Neorealisme menitik beratkan kepada poitik Negara tersebut,bukan hanya kepada power. Neorelisme focus pada struktur yang membentuk hubungan Internasional
Robert Gilpin menyatakan bahwa saat suatu Negara mengalami ketidakpuasan dalam suatu system akan mendorong Negara tersebut meningkatkan pengaruhnya dalam Negara lain melalui ancaman, Koersi, Aliansi dan persebaran pengaruh. Karena itulah kerjasama baik itu dalam bentuk ekonomi, maupun aliansi perlu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dalam system Internasional.


Balance of threat
            Sthepen Walt menyatakan bahwa maksud dari kesungguhan memainkan peran besar dalam pemilihan aliansi…meskipun suatu negara mempunyai kapasitas yang sedang, dia boleh mengajak negara lain untuk balancing jika mereka merasa terancam. Walt mencontohkan saat menjelaskan kenapa koalisi yang mengalahkan Jerman pada saat perang dunia satu dan dunia menjadi lebih kuat daripada opponennya. Hal ini dikarenakan Jerman dan aliansinya merupakan suatu kekuatan yang kuat (menurut yang lebih lemah) dan membuat Negara-negara lain membuat suatu bentuk aliansi yang kuat untuk merespon ancamannya.


Imbalance Of Tread    Cause    Alliances Againts The Most Threaten Tread

Ketidak seimbangan ancaman terjadi ketika Negara atau koalisi yang paling mengancam lebih berbahaya secara signifikan dengan yang Negara atau koalisi yang kedua.Tingkat ancaman dari suatu Negara dengan lainnya adalah jumlah kekuatannya, kedekatan geografis, kemampuan menyerang, dan intense agresifitas.

Untuk memahami apa itu Balance of Threat dapat dilihat dengan ilustrasi sebagai berikut : Setelah runtuhnya Uni soviet, Amerika Serikat bertranformasi sebagai satu-satunya Negara super power yang ada di dunia. Dengan kekuatan militer dan ekonomi yang dimilikinya Amerika mampu mengadakan sebuah operasi militer dalam skala global terhadap suatu Negara, karena itulah Negara-negara yang lebih lemah membuat suatu bentuk aliansi untuk mencegah dominasi Amerika. Maka Balance of Threat Theori melihat variable terpenting bukanlah kekuatan Amerika namun lebih melihatnya sebagai suatu ancaman terhadap Negara lain.
            Tujuan dari suatu Negara masuk dalam suatu aliansi adalah untuk mencegah domimasi dari kekuatan yang lebih besar  dimana Negara akan bergabung untuk melindungi diri mereka sendiri dari egara-negara atau aliansi yang mempunyai sumber-sumber daya yang besar yang dapat menjadi ancaman bagi negaranya. Ada 2 alasan besar kenapa Negara mau bergabung dalam suatu aliansi :
  1. Akan sangat beresiko baggi kelangsungan suatu Negara jika ia gagal mengekang suatu potensi hegemoni sebelum ia menjadi kuat.
  2. Menjalin aliansi dengan Negara yang mudah diserang akan meningkatkan pengaruh kepada anggota baru. Karena mereka lebih membutuhkan bantuan
Karena itulah power bukanlah satunya-satunya factor yang membuat suatu Negara mau bergabung dalam suatu aliansi atau membentuk suatu aliansi. suatu Negara lebih mau bergabung untuk melawan suatu Negara yang berptensi mengancam dibandingkan suatu Negara yang mempunyai kekuatan besar.
Dan sumber-sumber ancaman itu sendiri dapat dibagi dalam beberapa bagian :
  • Agregat kekuatan : Hal ini dapat dilihat dari total sumber daya suatu Negara ( populasi, industry, kemampuan militer, kekuatan teknologi, dll)
  • Proximate Power (Kekutatan terdekat)  : Negara-negara juga akan beraliansi untuk merespon ancaman-ancaman dari Negara terdekat. Karena ancaman dari kekuatan terdekat jauh lebih berbahaya daripada  Negara yang secara geografikal letaknya lebih jauh. Sebagai contoh adalah Inggris akan memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan angkatan laut Jerman dibandingkan pergerakan perlawanan di Brazil.
  • Offensive power ( kekuatan menyerang) : Negara dengan kekuatan menyerang yang besar akan cenderung terlihat seperti memprovokasi sebuah aliansi daripada Negara-negara yang mempunyai kekuatan militer yang lemah dan hanya mempunyai kemampuan untuk bertahan. Ancaman seperti ini akan membuat suatu Negara beraliansi untuk menyeimbangkannnya. Contohnya : saat Inggris menganggap Kekuatan Laut Jerman sebagai suatu ancaman. Maka Inggris akan menggandakan kekuatan militernya ketika bergabung dengan dengan Perancis dan Rusia
  • Offensive intention ( Intensitas penyerangan) : Negara yang memunculkan keagresifitasan akan memprovokasi suatu Negara untuk melakukan aliansi. Seperti pada saat Nazi Jerman berkuasa. Nazi memprovokasi banyak aliansi untuk melawan dirinya karena kombinasi antara kekuatan besar yang dimilikinya dengan ambisi yang extrim


Balance of Threat dan Kebijakan Luar Negeri Amerika.
            Kita melihat bagaimana pada masa era Bush Amerika sangat menekankan isu-isu keamanan dalam kebijakan luar negerinya,mungkin ini juga dipengaruhi oleh isu-isu hangat saat itu memang berhubungan dengan permasalahan keamanan, seperti serangan terhadap WTC pada tanggal 11 September 2001, dan aksi-aksi terror yang mengancam Amerika. Hal ini membuat kajian kebijakan luar negeri Amerika berkisar mengenai invansi-invansi yang dilakukan Amerika kepada Negara lain,seperti Irak dan Afghanistan, dan pendekatan-pendekatan Realis seringkali digunakan untuk itu.
            Amerika, sebagai satu-satunya hegemoni dan Negara superpower yang tersisa saat ini setelah keruntuhan Uni Soviet mempunyai suatu kebijakan Preventive Attack untuk urusan securitynya yaitu menyerang Negara yang dianggap sebagai suatu ancaman sebelum ancaman tersebut berkembang lebih luas. Alasan itulah yang digunakan Amerika untuk memberangus Irak dan Afghanistan, dimana Saddam Hussein di Irak diklaim mempunyai senjata pemusnah masal yang dianggap Amerika dapat digunakan kedaerahnya dan gerakan-gerakan terror yang dilakukan Osama Bin Laden di Afghanistan akan mengganggu stabilitas di Amerika.
            Namun bukan itulah yang menarik perhatian saya kali ini, saya justru tertarik membahas kenapa setiap penyerangan yang dilakukan oleh amerika selalu disertai oleh Nato seperti yang terjadi di Afghanistan, Irak dan kebijakan-kebijakan Amerika dalam bidang keamanan. Fidel Castro bahkan sampai mengeluarkan statement bahwa amerika akan menginstruksikan NATO untuk menyerang Libya.
            Hal ini membukitkan bahwa Amerika meskipun merupakan Negara dengan kekuatan militer yang beasar dan yang terdepan dalam hal pengembangan teknologi perang, ternyata tidak melakukan serangan langsung dengan menggunakan kekuatan Negara mereka sendiri dan menjalankan preventive attack itu sendirian, melainkan mengajak NATO ikut serta dalam perang yang dilakukannnya. Mungkin wacana bahwa suatu ancaman bagi salah satu anggota NATO merupakan ancaman bagi semua anggota NATO dipergunakan dengan baik oleh Amerika, karena itulah semua ancaman yang terjadi di Amerika akan menjadi ancaman bagi semua Negara yang ikut serta dalam Nato ditambah lagi dengan kekuatan dan hegemoni Amerika dalam forum pertahanan terkuat didunia itu membuat Amerika gampang saja membuat wacana bahwa hal tersebut adalah ancaman juga bagi Negara-negara NATO
Kita dapat melihat bagaimana Negara-negara yang terlibat dalam NATO mengamini begitu saja semua perbuatan yang dilakukan Amerika.Bahkan seharusnya NATO melakukan suatu jajak pendapat internal dahulu apakan mereka akan melkukan serangan juga tersebut.
Karena itulah konsep balance of Threat dijadikan pembenaran yang dilakukan Amerika untuk menginstruksikan NATO agar bergabung dalam perang dan invansi-invansi yang dilakukannya, dengan ini akan mendapatkan bantuan kekuatan yang cukup besar sehingga dapat menghemat biaya perang,meminimalisir jumlah korban dari pihak Amerika serta tidak akan terlalu dipojokkan oleh dunia,karena bukan hanya Amerika yang terlibat dalam perang tersebut.





Daftar Pustaka
  1. Keil L Shimko. International relation : Perspective and Controversies
  2. Samuel Walt, Alliance Formation and the Balance of World Power
  3. http://www.rimanews.com/read/20110224/17857/fidel-castro-amerika-perintahkan-nato-serang-libya diaakses pada tanggal 8 maret 2011 pada jam 11.40
  4. Stephen Walt, Origin of Alliance. Copyright 1987 by Cornell University
  5. Stephen Walt. International relation : One World, Many Theories



Zapatista Sebagai Counter hegemoni Terhadap Neoliberalisme Global


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika melihat dari system internasional saat ini, maka kita dapat melihat bahwa kapitalisme telah menjadi system global yang dipakai oleh hubungan antar Negara dalam bidang ekonomi. Dimana Negara tidak lagi diperbolehkan melakukan pengontrolan terhadap pasar.
Pasar akan melakukan regulasinya sendiri dan kebebasan berproduksi merupakan suatu hal yang coba diwacanakan Negara-negara besar kepada Negara-negara berkembang, menciptakan suatu regulasi dibawah aturan-aturan dari hokum yang demokratis. Dimana diharapkan Negara membuka pintu perdagangannya dengan Negara lain dengan dalih Free Market. Karena itulah dibentuk institusi-institusi global untuk menghegemonikan nilai-nilai liberal agar diterima oleh seluruh Negara-negara didunia, sehingga kapitalisme bisa menjadi suatu common sense bagi masyarakat dunia.
Para ahli-ahli yang merupakan perpanjangan dari apparatus hegemony neoliberal mengkalim superoritas dari mekanisme pasar dan kompetisinya merupakan suatu proses dalam pembangunan kapitalisme telah menjadi sebuah acuan dalam jalur organisasi sosial dan ekonomi diseluruh dunia, hal ini juga menyebabkan keterbatasan pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu seseorang, terutama mengenai hak-hak kepemilikan, privatisasi BUMN dan bentuk-bentuk liberalisasi yang sebelumnya diatur ketat oleh Negara sekarang mendapatkan tantangan yang begitu besar dari Negara-negara diseluruh dunia[1].
Namun dalam perkembangannya, transnasionalisasi Neoliberalisme menjadi penyebab ketidak adilan yang terjadi dimuka bumi ini, pelarangan Negara untuk ikut campur mengendalikan pasar menyebabkan semakin meningkatnya kemiskinan, terutama dinegara-negara phery-phery dan semi phery-phery, karena semua model produksi yang ada dikuasai oleh pihak-pihak swasta, baik itu  dari dalam negeri maupun dari Perusahaan Transnasional (TNC). Hal ini membuat masyarakat tidak lagi memiliki suatu pilihan dalam berproduksi sehingga mau tidak mau harus menjual diri mereka sendiri kepada mereka yang mempunyai alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. [2]
Ketidakadilan ekonomi secara global ini diperparah dengan ketidakmampuan Negara untuk mengatasi permasalahan tersebut, Negara-negara dibuat tidak berdaya dengan berbagai macam perjanjian-perjanjian Internasional yang merugikan masyarakat dan perekonomian mereka, selain itu ketidak berdayaan pemerintah diperparah dengan syarat-syarat yang harus mereka penuhi jika ingin mendapatkan pinjaman dari donator Internasional seperti World Bank dan IMF.
Karena itulah masyarakat-masyarakat dunia yang telah jenuh akan hal tersebut memutuskan untuk bangkit melawan dan memutuskan untuk mengakiri ketidakadilan internasional dengan cara sebuah gerakan sosial yang memang berasal dari akar rumput, karena mereka berpikir Negara saat ini hanyalah sebuah agent dari perpanjangan hegemoni capitalism global. Dan Institusi-Institusi keuangan Internasional merupakan suatu alat bagi Negara-negara rulling class untuk memperluas hegemoni mereka terhadap Negara-negara yang merupakan minoritas sehingga Negara-negara rulling class dapat menguasai system internasional yang anarki ini.
Salah satu bentuk Counter Hegemoni itu adalah Zapatista, sebuah gerakan sosial masyarakat yang berpusat di Ciapas, Mexico. Zapatista lahir akibat implementasi dari NAFTA, yaitu suatu perjanjian multilateral yang dilakukan pemerintahan Mexico dengan Negara Amerika Utara lainnya, yang mana dalam implementasi NAFTA dianggap oleh Zapatista sebagai bentuk imperialisme baru oleh Negara dominan untuk mengusai Mexico secara ekonomi, dan hal ini menyebabkan banyak petani-petani di Ciapas kehilangan tanah garapan mereka karena proses privatisasi oleh pemerintahan Mexico.
Gerakan yang dilakukan oleh Zapatista di Mexico telah menjadi suatu model perlawanan rakyat yang non-govermental terhadap terhadap capitalism global pada saat ini. Zapatista tidak hanya berjuang dalam cakupan nasional, yaitu mode produksi mereka yaitu tanah dan ladang. Namun lebih dari itu Zapatista juga mengumumkan perang terhadap capitlaisme global, dan terus melakukan agitasi-agitasi mereka agar masyarakat sadar dengan ketidakadilan yang terjadi dalam system internasional saat ini dan bangkit untuk melawan hal tersebut.


1.2 Landasan Teori
1. Kapitalisme
Kapitalisme adalah system social dan ekonomi yang mengakui kepemilikan hak-hak individu, termasuk hak milik dan kekayaan[3]. Secara ekonomi, system ekonomi kapitalis alat-alat produksi dimiliki oleh individu dan dioperasikan untuk mencapai keuntungan pribadi dari pemilik factor produksi tersebut.  Dimana keputusan mengenai penawaran, permintaan, harga,distribusi dan investasi ditentukan oleh pelaku swasta (pasar) daripada perencanaan pusat oleh pemerintah. Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal dan pelaku investasi. Dalam system ekonomi ini fungsi pemerintah hanyalah sebagai penjaga atau pengaman para pemilik modal untuk dapat terus berproduksi. Negara tidak berhak mengintervensi pasar dan bahkan gaji para pekerja yang ada ditetapkan oleh masing-masing perusahaan tempat mereka bekerja dan pemerintah tidak berhak mengintervensinya.  Dari segi proses, kapitalisme adalah system ekonomi yang hanya mengakui satu hukum yaitu hukum tawar menawar dipasar, atau bisa disebut juga kapitalisme adalah suatu system ekonomi yang bebas dari berbagai halangan, baik itu dari raja maupun dari penguasa lainnya (orang boleh membeli dan menjual barang dipasar manapun) dan bebas dari pembatasan-pembatasan produksi orang boleh membuat atau memproduksi barang apapun), bebas dari pembatasan tenaga kerja (bebas mencari pekerja dimanapun, ia tidak terikat pada suatu desa atau tempat). Dalam kapitalisme yang menentukan semuanya hanyalah semata-mata keuntungan yang lebih besar[4].
Marx beranggapan bahwa dasar yang menyebabkan ketimpangan social masyarakat adalah adanya hak kepemilikan pribadi. Asumsi Marx didasrkan pada pandangannya terhadap kapitalisme yang menyebabkan terkotaknya masyrakat menjadi dua kelompok besar yaitu Borjuis dan Ploretar. Dimana Kaum Borjuis adalah kaum yang memiliki modal dan menguasai factor-faktor produksi yang ada, dan kaum Ploretarian adalah kaum buruh yaitu mereka yang tidak mempunyai akses kepada factor produksi dan hanya menggantungkan diri pada pemilik modal untuk dapat mendapatkan hasil produksi (untuk melanjutkan hidupnya). Marx juga mengkritik kapitalisme karena utama dari system ekonomi tersebut hanyalah uang. Karena semakin banyak uang yang mereka peroleh maka semakin besar juga kedudukan mereka di pasar,dan sebaliknya. Karena itulah menganggap kapitalisme sebagai suatu yang egoistic,mementingkan untuk memperoleh keuntungan sendiri, sebagai nilai tertinggi.
Karena itulah kapitalisme akan menciptakan suatu kondisi yang cukup ketat dan bahkan menjadi liar, karena tidak adanya suatu mekanisme untuk melindungi mereka yang mempunyai modal kecil akan menciptakan suatu hokum tunggal dalam pasar, yaitu hukum rimba, dimana hanya yang kuatlah yang akan bertahan dan yang lemah akan dimakan oleh yang kuat. Hal ini tentu membuat orang akan berusaha untuk menurunkan biaya produksinya, agar mereka dapat menjual barang yang lebih murah dan menguasai pasar, sehingga mereka akan medapatkan untung yang sebanyak-banyaknya.
Prinsip efisiensi inilah yang membuat sistem kapitalisme melakukan eksploitasi terhadap para pekerja. Marx menyebut eksploitasi ini sebagai teori nilai lebih, yaitu satu-satunya cara bagi para pemilik modal untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya adalah dengan meminimalisir factor produksi, dimana factor produksi itu adalah mesin, bahan baku, dan tenaga kerja. Mesin dan bahan baku adalah suatu factor produksi yang konstan, yaitu factor produksi yang tidak dapat diminimalisir harganya, sedangkan tenaga kerja adalah factor produksi yang bisa diminimalisir harganya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari analogi berikut ini :
“ Untuk membuat pakaian dibutuhkan factor produksi adalah mesin jahit, kain dan tenaga kerja untuk menjahitnya. Dan jika harga mesin jahit adalah 100 dan harga kain adalah 10 dan us dibayarkan kepada pekerja agar dia dapat hidup layak adalah 50, , maka pemilik modal seharusnya membayar sebanyak harga yang disebutkan diatas untuk memproduksi sebuah baju adalah 160. Namun dikarenakan pemilik modal ingin mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, maka pemilik modal akan berusaha untuk meminimalisir modalnya dalam berproduksi, jika kita lihat dari factor produksi diatas maka kita akan mendapati bahwa harga mesin dan harga bahan baku tidak dapat diminimalisir sama sekali, karena jika dikurangi maka proses produksi tidak akan berjalan ( pemilik modal tidak akan dapat memiliki mesin jahit bila tidak mengeluarkan uang 100 untuk membeli mesin jahit tersebut atau pemilik modal tidak akan mendapatkan cukup bahan untuk membuat pakaian pakaian bila tidak mengeluarkan uang 10), karena itulah satu-satunya cara agar pemilik modal mendapatkan keuntungan adalah dengan mengurangi upah buruh kerjanya. Bila uang yang mesti dikeluarkan adalah 50 agar buruh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (seperti makan yang layak, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak, dan tabungan masa depan), pemilik modal hanya akan membayarkan biaya yang dibutuhkan buruh untuk dapat memperbarui tenaganya agar dapat tetap bekerja (jika untuk makan buruh membutuhkan biaya 10, pemilik modal hanya akan membayar buruh tersebut dengan upah 10, sehingga iya dapat menjadikan 40 sisanya sebagai keuntungannya)”. [5]
Hal inilah yang dikatakan Marx bahwa para kapitalis akan berusaha berekspansi keluar dari Negara asal mereka, mereka akan berusaha mencari tempat yang paling murah untuk berproduksi. Karena itulah mereka akan menempatkan pabrik-pabrik mereka dinegara-negara terbelakang, dengan asumsi bahwa dinegara terbelakang taraf hidup rakyatnya masih tergolong rendah dan menghadapi masalah kemiskinan karena tidak ketidak mampuan pemerintahan menyediakan jaminan sosial, sehingga mereka akan mendapatkan tenaga kerja dengan bayaran murah.[6]

2. Teori Hegemoni
Grasmci menyatakan bahwa hegemoni bukanlah suatu pencapaian kepada kekuasaan dengan cara-cara anarkis dan represif melalui instrument-instrumen hukum dan aparat-aparat, namun hegemoni adalah kemampuan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok lain, sehingga kelompok tersebut akan memberikan dukungan serta partisipasinya. Dan dengan jalan inilah kekuasaan dapat dicapai dan dipertahankan. [7]
Hegemoni menurut Gramsci, tidak hanya berlandaskan dari struktur yang ada yaitu factor-faktor kepemilikan mode produksi, Hegemoni ditransformasikan kedalam tataran superstruktur ( ideology, politik , budaya, dan sebagainya). Dimana para kelas dominan yang disebut Gramsci sebagai rulling class akan mentransformasikan ide-ide mereka dilevel civil society agar diterima sebagai suatu nilai bersama yang seakan-akan memang merupakan refleksi dari terakomodirnya kepentingan semua subordinat yang ada, sehingga mereka akan berpartisipasi dalam rencana-rencana para rulling class yang secara tidak langsung akan menempatkan rulling class kepada kekuasaan tertinggi masyarakat. Gramsci membagi kelas masyarakat menjadi dua, yaitu rulling class dan ruled class . Rulling class secara garis besarnya dapat dikatakan sebagai kelas yang memiliki kekuatan dan ingin memperoleh kekuasaan didalam tatanan masyarakat, jika kita melihat dari susut pandang Marxis dapat kita lihat jelaskan bahwa kekuataan dari para rulling class adalah kekuatan dalam factor ekonomi, Marx menyebutnya sebagai kaum borjuis, yaitu mereka yang mempunyai faktor-faktor produksi.

Sedangkan rulled class dapat kita artikan adalah kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi karena mereka tidak mempunyai akses terhadap mode-mode prduksi yang ada, atau sering disebut sebagai ploretar. Mereka adalah para pekerja yang merupakan bagian terpenting dari proses produksi kapitalisme. Gramsci sering juga menyebut klasisifikasi kelas ini sebagai subordinate class , contohnya adalah ; para buruh pabrik dan buruh tani.
Negara atau State adalah sebuah alat institusi sosial masyarakat terbesar yang muncul atas kesadaran mereka sendiri dan bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan sosial yang stabil dan teratur. Hegel menyatakan bahwa Negara merupakan organisasi kesusilaan yang mencul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal. Negara memiliki wewenang untuk mengatur masyarakat.
Civil Society merupakan level terendah dari organisasi masyarakat, dalam artian tidak ada suatu kekuasaan baku yang dapat mengatur interaksi masyarakat didalam level society. Dilevel ini lah terciptanya budaya, ideology dan pendidikan.
Historical bloc dapat kita artikan sebagai usaha para kaum dominan ( rulling class ) untuk menghegomoni kaum minoritas ( rulled class ) agar mereka memperoleh kekuasaan dan mengendalikan para kaum minoritas untuk kepentingan mereka, yang bila kita lihat dari kacamata Marxis kepentingan itu adalah bagaimana mereka dapat terus mengeksploitasi kaum minoritas dalam proses produksi kapitalisme mereka, sehingga mereka terus mendapatkan keuntungan dari akumulasi nilai tersebut karena pda saat subordinate menerima logika mode produksi kapitalisme maka krisis-krisis yang terjadi dapat dihindari.
Untuk itulah Gramsci  menyatakan perlunya sebuah hegemoni, dan para rulling class akan menggunakan instrument-instrumen masyarkat yang ada, yaitu instrument Negara serta masyarakat sipil. Melalui instrument Negara rulling class akan menggunkan Negara untuk meneruskan ideology kapitalisme kedalam sebuah system masyarakat yang legal, melalui instrument inilah akan dihasilkan aturan hukum dan kebijakan-kebijakan baik itu public maupun luar negeri untuk membuat kapitalisme menjadi ideology yang common sense dalam system ekonomi dan cara berproduksi. Inilah intrusmen yang disebut Louis Althusser sebagai ideological state apparatus [8]
Sedang kan penggunaan instrument civil society para rulling class akan melakukan transformasi ideology atau apa yang disebut Gramsci sebagai transformasimo, yaitu mereka akan mencoba menanamkan nilai-nilai serta ideology kapitalisme sebagai suatu ideology organic ( ideology yang secara historis diperlukan dan memiliki keabsahan psikologis). Dimana ideology ini akan direduksi menjadi sebagai sebuah system ide yang termanifestasikan dalam tatanan masyarakat.[9]
Jika ideology ini telah menjadi suatu manifestasi dalam masyarakat, maka akan terciptalah suatu kesadaran kolektif di level rulled class, bahwa ideology dominan itu memang merupakan suatu nilai yang ideal dan biasa sehingga kita harus menerimanya, dan hal yang disebut kepura-puraan gaya kapitalisme, dimana ideology seakan-akan juga mengakomodir kepentingan-kepentingan subordinan namun mengandung suatu penyelundupan ideology yang terselubung , yang seakan-akan dipermukaan terlihat baik, namun pada intinya tetaplah memesinkan manusia. Dan manusia lagi-lagi hanya akan menjadi alat produksi kepentingan kapitalisme. Dilevel inilah Gramsci menyatakan adanya persetujuan (consent), intrumen state hanya akan melahirkan dominasi yang bersifat pemaksaan dan represif, sedangkan melalui level civil society dibangun dominasi melalui “kepemimpinan intelektual dan moral”. Sehingga dominasi tercapai bukan karena paksaan koersif namun merupakan perstujuan dari pihak lain. Hegemoni ini ditranformasikan melalui apparatus transmisi yang berasal dari luar lingkungan pemerintahan atau sering disebut swasta, seperti LSM, media masa, institusi keuangan, sekolah, daan sebagainya.[10]

1. 3 Konsep
1. Counter Hegemoni
Ketika hegemoni telah menjadi sedemikian parah dilakukan oleh suatu rezim, harus dilakukan aktivitas untuk meng-counter hegemoni dari kelompok yang berkuasa. Sebab inilah jalan untuk melakukan perjuangan pembebasan rakyat. Counter hegemoni dapat dikatakan sebagai suatu tandingan wacana bagi ideology dominan untuk melakukan perlawanan sebagai upaya pembebasan masyarakat. Gramsci melihat bahwa faktor kesadaran (suprastruktur) merupakan faktor dominan dalam pembentukan kesadaran masyarakat.[11] 
Ada dua cara yang ditawarkan oleh Gramsci untuk melakukan counter hegeomoni dan mengakiri dominasi rulling class , yaitu :
1.      War of Monovere (Movement) : adalah sebuah gerakan counter hegemoni yang dilakukan dengan mengambil alih langsung negara yang merupakan struktur tertinggi dari tatanan masyarakat. Dengan pengambilan langsung Negara, maka pihak yang mengambil alih akan merubah hegemoni yang ada melalui struktur Negara dan menggunakan instrument-instrumen Negara untuk mengakhiri dominasi. Contoh : pembuatan kebijakan-kebijakan baru yang lebih mengakomodir minoritas dan pembentukan aturan serta hukum  yang membatasi gerak kaum dominan. Counter hegemoni ini pernah terjadi pada masa revolusi Bolshevik oleh Lennin pada tahun 1917 dan menjadi awal berdirinya Negara dengan paham komunisme terbesar dalam sejarah, yaitu Uni Soviet.
2.      War of Position ( Passive Revolution ) : Adalah counter hegemoni yang dilakukan dengan instrument masyarakat sipil. Counter hegeomoni dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat agar terbentuk kesadaran mereka untuk melakukan suatu perubahan, sehingga terciptalah sebuah historical blok yang baru dengan wacana dominan yang baru juga.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Siapa Zapatista Sebenarnya ?
It is not only by shooting bullets in the battlefields that tyranny
is overthrown, but also by hurling ideas of redemption, words
of freedom and terrible anathemas against the hangmen that
people bring down dictators and empires …”
– Emiliano Zapata, Mexican revolutionary, 1914[12]

Tentara Pembebasan Nasional Zapatista adalah sebuah kelompok bersenjata yang ada di daerah Chiapas, Mexico. Basis anggota mereka sebagian besar adalah masyarakat adat, tapi mereka juga mempunyai pendukung dari wilayah perkotaan seperti halnya dukungan jaringan internasional. Juru bicara mereka, tapi secara teknis bukanlah pemimpin mereka yang menyebut dirinya dengan sub-comandante, adalah Subcomandante Marcos.
EZLN dibentuk pada 17 November 1983 oleh mantan anggota beberapa kelompok, baik yang berorientasi kekerasan maupun pasifis. Mereka mulai dikenal masyarakat nasional maupun internasional pada 11 Januari 1994, pada hari yang sama NAFTA (North American Free Trade Agreement) antara Meksiko, Amerika Serikat dan Kanada mulai beroperasi sebagai cara untuk menyatakan kehadiran masyarakat adat di tengah dunia yang mulai mengglobalisasi.
Para pejuang masyarakat adat, di antaranya merakit senapan palsu yang terbuat dari kayu, menguasai lima munisipal di Chiapas, menyatakan secara resmi perang melawan Pemerintahan Meksiko, dan menyatakan rencana mereka untuk melakukan pawai menujuMexico City, ibu kota Meksiko, baik untuk mengalahkan tentara Meksiko ataupun membiarkannya untuk menyerah dan memberlakukan pajak perang pada kota-kota yang mereka kuasai sepanjang perjalanan mereka.
Hal yang tidak biasanya ditemukan pada organisasi revolusioner, dalam dokumen yang diterbitkan EZLN (dalam Bahasa Spanyol) sebelum pemberontakan menyatakan hak rakyat untuk menyerang balik setiap tindakan tidak adil yang dilakukan EZLN. Mereka juga menyatakan hak rakyat untuk:
"menuntut agar angkatan bersenjata revolusioner untuk tidak mencampuri urusan sipil atau disposisi ibu kota yang berhubungan dengan agrikultur, usaha, finansial, dan industri, sebagaimana hal tersebut merupakan ranah eksklusif otoritas sipil yang dipilih secara bebas dan demokratis." Dan mengatakan bahwa rakyat harus "mendapatkan dan memiliki senjata untuk melindungi diri sendiri, keluarga dan hak milik mereka menurut hukum disposisi ibu kota mengenai pertanian, usaha komersial, finansial, dan industri dari serangan bersenjata yang dilakukan oleh angkatan bersenjata revolusioner maupun oleh angkatan bersenjata pemerintah."
Setelah beberapa hari pertempuran lokal di hutan, Presiden Carlos Salinas de Gortari di tahun terakhirnya memegang pemerintahan kemudian menawarkan sebuah perjanjian gencatan senjata dan membuka dialog dengan para pemberontak dengan juru bicara resminya Subcomandante Marcos. Setelah dua belas hari, pertempuran berhenti.
Dialog antara Zapatista dan pemerintah diperpanjang lebih dari satu periode (tiga tahun) dan berakhir dengan San Andrés Accords, yang berisi perubahan konstitusi nasional yang bertujuan untuk memberikan hak istimewa, termasuk otonomi, kepada masyarakat adat. Sebuah komisi yang terdiri dari deputi dari partai politik bernama COCOPA perjsnjisn tersebut sedikit dirubah seuai dengan EZLN. Presiden Meksiko yang baru, Ernesto Zedillo, bagaimanapun, mengatakan bahwa kongres harus memutuskan apakah menyetujui perjanjian tersebut atau tidak. Mengklaim telah adanya ingkar janji di meja negosiasi, EZLN kembali ke hutan sementara Zedillo meningkatkan kehadiran militer di Chiapas untuk
mencegah berkembangnya zona pengaruh EZLN. Gencatan senjata tidak resmi yang berbarengan dengan senyapnya aktivitas EZLN berlangsung selama tiga tahun selanjutnya, dan merupakan yang terakhir pada masa Zedillo.


2.2 Zapatista, Dari Perlawanan Tradisional Menuju Gerakan Sosial Global

To the People of Mexico,
We, the men and women, full and free, are conscious that the war that we have declared is our last resort, but also a just one. The dictators are applying an undeclared genocidal war against our
people for many years. Therefore we ask for your participation, your decision to support this plan that struggles for work, land, housing, food, health care, education, independence, freedom, democracy, justice and peace. We declare that we will not stop fighting until the basic demands of our people have been met by forming a government of our country that is free and democratic.
join the insurgent forces of the zapatista national liberation army.[13]

Pernyataan  diatas merupakan bagian dari bagian deklarasi pertama Lacandon Jungle yang mengajak rakyat mexico bersatu membantu mereka dalam menhancurkan tirani yang saat itu mengukung Mexico melalui pemerintahan yang represif dan tidak mengakomodir kepentingan-kepentingan subordinate yang ada disana, yaitu petani-petani tradisional Mexico. Perlawanan Zapatista menjadi suatu perlawanan global diakibatkan karena situasi yang terjadi di Mexico kurang lebih sama dengan yang terjadi dinegara-negara latin saat itu. Negara-negara perhy-phery hanya menjadi target hegemoni dari Negara maju untuk mengkooptasi Negara tersebut kepentingan mereka. Negara yang diharapkan menjadi apparatus yang melindungi kepentingan rakyat ternyata lebih merepresentasikan sebagai apparatus perpanjangan ideology dominan saat itu, yaitu kapitalisme. Perjanjian-perjanjian yang dilakukanpun tidak mengakomodir rakyat di Negara tersebut. Sehingga dalam implementasinya yang berupa investasi oleh suatu, privatisasi lahan dan outsourcing membuat masyarakat di Ciapas terasing dari faktor produksi yang telah mereka miliki selama turun temurun. Gerakan Zapatista seakan menjadi inspirasi bagi mereka yang merasakan keadaan yang sama diberbagai belahan dunia.
Zapatistapun tidak hanya melakukan perlawanan bersenjata terhadap hal tersebut, namun mereka juga melakukan agitasi-agitasi melalui media-media yang ada. Publik relation merupakan senjata utama dalam perjuangan Zapatista, tidak bisa dibantah lagi kalau juru bicara mereka Subcomadante Marcos adalah seorang yang sangat ahli dalam agitasi dengan penggunaan media public yang ada, melalui media, jurnal dan bahkan internet, Zapatista menyebarkan ide-ide mereka, Zapatista menggunakan satir-satir sastra sehingga cerita-crita perlawanan mereka lebih seperti sebuah cerita heroik minoritas yang mencoba mendobrak supremasi yang reprsesif disekitar mereka. Arjun Appadurai menyatakan bahwa media-media elektronik dalam dunia global saat ini telah membuat semuanya menjadi mungkin, karena dalam kondisi bacaan yang kolektif, kritkan serta pandangan yang sama tentang sebuah masalah, informasi dari sebuah gerakan membuat kelompok lainnya mulai membayangakan dan merasakan hal tersebut bersama-sama. [14] Zapatista diterima sebagai suatu gerakan perlawanan diseluruh dunia dan bahka menginspirasi kelompok-kelompok lainnya juga dikarenakan mereka menggunakan cara-cara perlawanan yang popular. Mereka menggambarkan pergerakan mereka sebagai suatu sisi patriotism yang romantic dibandingkan sesuatu yang kejam. Kata-kata heroik dan sifat Marcos yang begitu satir dengan menyembunyikan identitas aslinya menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi Zapatista, hal ini membangkitkan kembali memori mereka kepada Che Guevara, seorang pejuang sosialis Kuba, yang melepaskan posisinya sebagai mentri pertanian Kuba demi membantu gerakan perlawanan rakyat di Bolivia.
Zapatista telah membangkitkan harapan perlawanan terhadap rezim yang berkuasa, mereka menjadi inspirasi gerakan-gerakan popular yang ada saat ini, Rage Againts The Machine sebuah band Hip metal terkenal Amerika bahkan menyisihkan sebagian keuntungan mereka untuk disumbangkankan kepada Zapatista, bahkan band punk Anti Flag membuat suatu lagu khusus yang memang didedikasikan kepada para pejuang di Ciapas itu (lagu itu berjudul Zapatista Don’t Give Up).
Semenjak tanggal 23 Juli hingga 3 agustus 1996, lebih dari 5000 orang dari 42 negara yang berbeda berpartisipasi dalam the First Intercontinental Encuentro forHumanity and Against Neoliberalism held in Zapatista territory in rebellion. Banyak Grup kemanusiaan berkunjung ke Ciapas untuk melakukan dokumentsi gerakan Zapatista dan banyak juga kelompok-kelompok pembuat film menjadikan Zapatista sebagai inspirasi film mereka. Hal ini juga dipergunakan Zapatista untuk meneruskan kampanye mereka untuk menentang kapitalisme Global dan mewacanakan suatu tatanan dunia tanpa ada dominasi dari siapapun.



2. 3 Memetik Pelajaran Dari gerakan Zpatista

Dari uraian diatas dapat kita ambil beberapa nilai penting, yaitu :
  1. Penyebaran nilai keadilan : dimana Zapatista berusaha menyampaikan pesan mengenai suatu tataran dunia yang lebih adil, dimana tidak ada lagi yang dieksploitasi dan tereksploitasi
  2. Penyebaran nilai-nilai Egalitarian :Zapatista melalui cara-cara pergerakannya mencoba menyampaikan pesan bahwa nilai-nilai egalitarian merupakan nilai terpenting untuk meciptakan masyarakat yang adil, hal ini dapat kita lihat bahwa Zapatista tidak pernah mengambil alih atau menguasai daerah-daerah yang didudukinya dari pemerintahan Mexico, Zapatista lebih memilih untuk kembai kerimbunnya hutan di Ciapas dan menyerahkan daerah tersebut kepada penduduk local, sehingga mereka dapat mengaturnya secara kolektif.
  3. Penyebaran nilai perjuangan : dari pergerakan Zapatista dapat kita ambil suatu pelajaran berharga, yaitu jangan pernah menjadi konformis dan tunduk pada dominasi apapun terhadap kita. Zapatista dengan segala keterbatasannya baik itu keterbatasan tokoh intelektual (karena sebagian besar merupakan masyarakat adat) keterbatasan sumber daya, tantangan geografis ( tidak mudah bagi manusia perkotaan untuk menetap dihutan yang masih rimbun dan liar) dan keterbatasan persenjataan serta keterbatasan akses terhadap informasi (karena daerah hutan minim pasokan listrik dan tidak ada konksi internet).
  4. Pentingnya Agitasi bagi sebuah pergerakan : bisa kita katakana keberhasilan Zapatista sebagian besarnya bukanlah dari perjuangan mereka mengangkat senjata, namun merupakan perjuangan agitasi-agitasi mereka dalam menyebarkan ide-ide perjuangan mereka melalui media-media public. Sehingga mereka dapat menggalang simpati masyarakat dunia dan bahkan menjadi seuatu pemicu bagi gerakan-gerakan perlawan terhadap kapitalisme gobal.

 My Real Kamerad, Is My People
-Subcomadante Marcos-

BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Jika melihat dari system internasional saat ini, maka kita dapat melihat bahwa kapitalisme telah menjadi system global yang dipakai oleh hubungan antar Negara dalam bidang ekonomi. Dimana Negara tidak lagi diperbolehkan melakukan pengontrolan terhadap pasar. Agar tidak mucul perlawanan terhadap system ini maka dibuatlah sebuah hegemoni yang ditransformasikan ketataran level civil society, agar mereka menerima dan menyetujui nilai-nilai kapitalisme sebagai common sense.
Ketika hegemoni telah menjadi sedemikian parah dilakukan oleh suatu rezim, harus dilakukan aktivitas untuk meng-counter hegemoni dari kelompok yang berkuasa. Sebab inilah jalan untuk melakukan perjuangan pembebasan rakyat. Counter hegemoni dapat dikatakan sebagai suatu tandingan wacana bagi ideology dominan untuk melakukan perlawanan sebagai upaya pembebasan masyarakat. Zapatista adalah salah satu bentuk upaya counter hegemoni yang dilakukan masyarakat Mexico di Ciapas untuk menentang dominasi nilai-nilai kapitalisme yang coba ditansformasikan Negara-negara core melalui perjanjian pasar bebas (dalam kasus ini perjanjian tersebut adalah NAFTA). Zapatista menggunakan media-media popular seperti pers, internet dan film sebagai sarana agitasi mereka untuk membentuk opini public agar bangkit menentang kapitalisme global. Dan tulisan ini akan saya akhiri dengan kutipan dari feminis anarkis yang begitu menginspirasi saya. “If I can not dance on it, that’s not my revolution” (Emma Goldman)










Daftar Pustaka


  • Plhwe, dieter, Berhand Walpen and Gisela Neunhoffer. Neoliberal Hegemony  : A Global Critique. New York : Routledge, 2006
  • Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
  • http://www.capitalism.org/faq/capitalism.htm
  • Luxembur, Rosa.  The Accumulation Of Capital. New York  : Routledge, 2003
  • Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
  • Jameson, Fredric. Routledge Critical Thinker. London : Roultledge 2000
  • Subono, Nur Iman. “Civil Society”, Patriarki, dan Hegemoni. http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/3-Boni.pdf, 13 April 2011
  • Simon, Roger. Gramsci’s Political Thought : an Introduction . London,1999
  • The Booklet of We Are Everywhere. Verso. 2003
Khasnabish, Alex. Zapatista Rebellion From the Grassroot To The Global. Canada : Fernwood publishing, 2010



·         [1] Plhwe, dieter, Berhand Walpen and Gisela Neunhoffer. Neoliberal Hegemony  : A Global Critique. New York : Routledge, 2006
[2] Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[3] http://www.capitalism.org/faq/capitalism.htm
[4]  Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[5] Luxembur, Rosa.  The Accumulation Of Capital. New York  : Routledge, 2003
[6] Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[7] Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
[8] Jameson, Fredric. Routledge Critical Thinker. London : Roultledge 2000
[9] Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
[10] Subono, Nur Iman. “Civil Society”, Patriarki, dan Hegemoni. http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/3-Boni.pdf, 13 April 2011
[11] Simon, Roger. Gramsci’s Political Thought : an Introduction . London,1999
[12] The Booklet of We Are Everywhere. Verso. 2003
[13] Khasnabish, Alex. Zapatista Rebellion From the Grassroot To The Global. Canada : Fernwood publishing, 2010
[14] Khasnabish, Alex. Zapatista Rebellion From the Grassroot To The Global. Canada : Fernwood publishing, 2010

pengantar sangat singkat mengenai kapitalisme

Kapitalisme
Kapitalisme adalah system social dan ekonomi yang mengakui kepemilikan hak-hak individu, termasuk hak milik dan kekayaan. Secara ekonomi, system ekonomi kapitalis alat-alat produksi dimiliki oleh individu dan dioperasikan untuk mencapai keuntungan pribadi dari pemilik factor produksi tersebut.  Dimana keputusan mengenai penawaran, permintaan, harga,distribusi dan investasi ditentukan oleh pelaku swasta (pasar) daripada perencanaan pusat oleh pemerintah. Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal dan pelaku investasi. Dalam system ekonomi ini fungsi pemerintah hanyalah sebagai penjaga atau pengaman para pemilik modal untuk dapat terus berproduksi. Negara tidak berhak mengintervensi pasar dan bahkan gaji para pekerja yang ada ditetapkan oleh masing-masing perusahaan tempat mereka bekerja dan pemerintah tidak berhak mengintervensinya.  Dari segi proses, kapitalisme adalah system ekonomi yang hanya mengakui satu hukum yaitu hukum tawar menawar dipasar, atau bisa disebut juga kapitalisme adalah suatu system ekonomi yang bebas dari berbagai halangan, baik itu dari raja maupun dari penguasa lainnya (orang boleh membeli dan menjual barang dipasar manapun) dan bebas dari pembatasan-pembatasan produksi orang boleh membuat atau memproduksi barang apapun), bebas dari pembatasan tenaga kerja (bebas mencari pekerja dimanapun, ia tidak terikat pada suatu desa atau tempat). Dalam kapitalisme yang menentukan semuanya hanyalah semata-mata keuntungan yang lebih besar.
Marx beranggapan bahwa dasar yang menyebabkan ketimpangan social masyarakat adalah adanya hak kepemilikan pribadi. Asumsi Marx didasrkan pada pandangannya terhadap kapitalisme yang menyebabkan terkotaknya masyrakat menjadi dua kelompok besar yaitu Borjuis dan Ploretar. Dimana Kaum Borjuis adalah kaum yang memiliki modal dan menguasai factor-faktor produksi yang ada, dan kaum Ploretarian adalah kaum buruh yaitu mereka yang tidak mempunyai akses kepada factor produksi dan hanya menggantungkan diri pada pemilik modal untuk dapat mendapatkan hasil produksi (untuk melanjutkan hidupnya). Marx juga mengkritik kapitalisme karena utama dari system ekonomi tersebut hanyalah uang. Karena semakin banyak uang yang mereka peroleh maka semakin besar juga kedudukan mereka di pasar,dan sebaliknya. Karena itulah menganggap kapitalisme sebagai suatu yang egoistic,mementingkan untuk memperoleh keuntungan sendiri, sebagai nilai tertinggi.
Karena itulah kapitalisme akan menciptakan suatu kondisi yang cukup ketat dan bahkan menjadi liar, karena tidak adanya suatu mekanisme untuk melindungi mereka yang mempunyai modal kecil akan menciptakan suatu hokum tunggal dalam pasar, yaitu hukum rimba, dimana hanya yang kuatlah yang akan bertahan dan yang lemah akan dimakan oleh yang kuat. Hal ini tentu membuat orang akan berusaha untuk menurunkan biaya produksinya, agar mereka dapat menjual barang yang lebih murah dan menguasai pasar, sehingga mereka akan medapatkan untung yang sebanyak-banyaknya.
Prinsip efisiensi inilah yang membuat sistem kapitalisme melakukan eksploitasi terhadap para pekerja. Marx menyebut eksploitasi ini sebagai teori nilai lebih, yaitu satu-satunya cara bagi para pemilik modal untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya adalah dengan meminimalisir factor produksi, dimana factor produksi itu adalah mesin, bahan baku, dan tenaga kerja. Mesin dan bahan baku adalah suatu factor produksi yang konstan, yaitu factor produksi yang tidak dapat diminimalisir harganya, sedangkan tenaga kerja adalah factor produksi yang bisa diminimalisir harganya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari analogi berikut ini :
“ Untuk membuat pakaian dibutuhkan factor produksi adalah mesin jahit, kain dan tenaga kerja untuk menjahitnya. Dan jika harga mesin jahit adalah 100 dan harga kain adalah 10 dan us dibayarkan kepada pekerja agar dia dapat hidup layak adalah 50, , maka pemilik modal seharusnya membayar sebanyak harga yang disebutkan diatas untuk memproduksi sebuah baju adalah 160. Namun dikarenakan pemilik modal ingin mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, maka pemilik modal akan berusaha untuk meminimalisir modalnya dalam berproduksi, jika kita lihat dari factor produksi diatas maka kita akan mendapati bahwa harga mesin dan harga bahan baku tidak dapat diminimalisir sama sekali, karena jika dikurangi maka proses produksi tidak akan berjalan ( pemilik modal tidak akan dapat memiliki mesin jahit bila tidak mengeluarkan uang 100 untuk membeli mesin jahit tersebut atau pemilik modal tidak akan mendapatkan cukup bahan untuk membuat pakaian pakaian bila tidak mengeluarkan uang 10), karena itulah satu-satunya cara agar pemilik modal mendapatkan keuntungan adalah dengan mengurangi upah buruh kerjanya. Bila uang yang mesti dikeluarkan adalah 50 agar buruh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (seperti makan yang layak, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak, dan tabungan masa depan), pemilik modal hanya akan membayarkan biaya yang dibutuhkan buruh untuk dapat memperbarui tenaganya agar dapat tetap bekerja (jika untuk makan buruh membutuhkan biaya 10, pemilik modal hanya akan membayar buruh tersebut dengan upah 10, sehingga iya dapat menjadikan 40 sisanya sebagai keuntungannya)”. 
Hal inilah yang dikatakan Marx bahwa para kapitalis akan berusaha berekspansi keluar dari Negara asal mereka, mereka akan berusaha mencari tempat yang paling murah untuk berproduksi. Karena itulah mereka akan menempatkan pabrik-pabrik mereka dinegara-negara terbelakang, dengan asumsi bahwa dinegara terbelakang taraf hidup rakyatnya masih tergolong rendah dan menghadapi masalah kemiskinan karena tidak ketidak mampuan pemerintahan menyediakan jaminan sosial, sehingga mereka akan mendapatkan tenaga kerja dengan bayaran murah.


Daftar Pustaka
  1.  http://www.capitalism.org/faq/capitalism.htm
  2. Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
  3. Luxembur, Rosa.  The Accumulation Of Capital. New York  : Routledge, 2003



Melihat Invansi Amerika Ke Afghanistan Melalui Kaca Mata Hukum Kemanusiaan Internasional

Kejadian 11 september 2001 merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah keamanan dunia. Masyarakat dunia mengenal peristiwa tersebut sebagai salah satu aksi teror terbesar yang pernah terjadi. Peristiwa 11 September 2001 ini menyebabkan hancurnya WTC (World Trade Centre ) yang berada di Kota New York, Amerika Serikat. Kejadian ini menjadi salah satu isu global yang telah mempengaruhi kebijakan politik negara-negara didunia, dimana hal ini menjadi titik tolak persepsi dunia untuk menjadikan terorisme sebagai musuh internasional. Tragedi 11 September ini juga telah membawa implikasi fundamental terhadap situasi dan percaturan politik internasional. Bagi Amerika Serikat, peristiwa ini merupakan pukulan telak bagi supremasi adidayanya. Hal ini karena semenjak kejadian tersebut, Amerika Serikat di bawah pemerintahan George W.Bush menuntut respon dalam bentuk “perang terhadap terorisme” kepada seluruh negara yang ada didunia. Bagi negara-negara lain, peristiwa ini menyadarkan mereka bahwa adanya ancaman serius terhadap kemanusiaan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

            Salah satu bentuk respon itu adalah Amerikamemutuskan untuk menggunakan instrument militernya dan menyelesaikan masalah tersebut dengan penyelesaian Hard Power, yaitu dengan melakukan invansi kepada Afghanistan. Dengan dalih menlumpuhkan Taliban dan Al-qaeda, organisasi yang mereka tuduh sebagai organisasi teroris, dan untuk menangkap pemimpin besar mereka Osama Bin Laden, tokoh yang ditenggarai bertanggung jawab atas peristiwa  11 September . Namun perang tersebut merubah menjadi ladang pembantaian yang penuh darah, kekuatan yang tidak seimbang, penyerangan dan pembunuhan warga sipil,penghancuran infrastruktur, serta penahanan tanpa  peradilan telah dilakukan Amerika dan Sekutu-sekutunya disana. Hal ini tentu melanggar Hukum Humaniter Internasional. Yang telah mengatur perang agar lebuh beradab dan tidak merugikan pihak sipil yang tidak mempunyai kepentingan dan tidak mempunyai kekuatan untuk melindungi mereka sendiri ditengah rentetan senjata dan ledakan yang berada disekitar mereka.

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang Amerika selalu gembar-gemborkan saat ini. Dimana Amerika seperti yang kita ketahui berusaha untuk menyebarkan nilai-nilai demokrasi yang berlandaskan kepada penghormatan terhadap Hak Azazi manusia. tapi mari kita kesampingkan hal tersebut, nyatanya invansi Amerika tetap terjadi kepada Afghanistan, dan pemerintahan duniapun tidak sanggup untuk menghentikannya. Melalui tulisan ini saya ingin mengajak kita untuk melihat seberapa jauh Hak-Hak Azazi manusia tetap dihormati oleh Amerika dalam perang tersebut dan sayapun akan menggunakan Hukum Humaniter Internasional sebagai instrumen analisis saya, karena saya mempercayai bahwa Hukum Humaniter Internasional merupakan refleksi tertulis masyarakat dunia terhadap penghormatan hak azazi manusia, dan seluruh bangsa didunia ini wajib menghormati dan mematuhininya.

Apa itu Hukum Humaniter Internasional

            Hukum Humaniter Internasional merupakan salah satu cabang dari hukum Internasional yang berlaku dalam situasi perang dalam situasi perang dan konflik. Hukum bertujuan untuk meringankan penderitaan akibat kondisi perang dan konflik bersenjata dengan cara melindungi korban yang tidak bisa mempertahankan diri dan mengatur sarana dan metode peperangan.Menurut ICRC hukum Humaniter merupakan aturan-aturan Internasional yang dibentuk oleh perjanjian-perjanjian internasional atau kebiasaan yang secara spesifik, diharapkan untuk mengatasi masalah-masalah kemanusiaan yang muncul secara langsung dari sengketa-sengketa bersenjata internasional maupun noninternasional, dan untuk alas an-alasan kemanusian,membatasi hak-hak dari pihak-pihak yang berkonflik untuk menggunakan metode dan alat perang  pilihan yang mungkin terkena dampak konflik.
            Ada dua cabang dari Hukum Humaniter Internasional , yaitu :
·             Konvensi genewa : menyangkut perlindungan terhadap personal militer yang tidak dapat lagi terlibat dalam pertempuran dan orang-orang yang tidak terlibat aktif dalam permusuhan dengan penduduk sipil
·              Hukum Den Haag : menentukan hak dan kewajiban Negara-negara yang berperang tentang perilaku pada waktu operasi militer dan membatasi alat yang digunakan.

Dalam hukum Humaniter Internasional, ada 8 prinsip, yaitu :
1.      Kemanusiaan
2.      Necesity (kepentingan)
3.      Proposional (proposionality)
4.      Distinction (pembedaan)
5.      Prohibition of Causing Unnecessary Suffer (menyebabkan luka yang tidak semestinya)
6.      Pemisahan antara ius ad bellum dan ius ad bello
7.      Ketentuan minimal HHI
8.      Tanggung jawab dalam pelaksanaan dan penegakan HHI
ICRC atau International Committee of Red Cross merupakan organisasi yang dipercaya untuk memantau dan memastikan dipatuhinya Hukum Humaniter Internasional.


 Intervensi Amerika Serikat di Afghanistan

            Invansi militer Amerika ke Afghanistan dimulai pada tanggal 7 Oktober 2001 dengan kode operasi bernama OEF (Operation Enduring Freedom). Operasi ini dilakukan bersama dengan pemerintah Inggris dalam menanggapi serangan 11 September 2001. Amerika beranggapan bahwa operasi militer yang dilakukan kepada Afghanistan bertujuan untuk menangkap Osama Bin Laden, yang dituduh Amerika sebagai dalang dari peristiwa mega terorisme penabrakan pesawat ke gedung WTC. Invansi ini juga bertujuan untuk menghancurkan Al Qaeda dan Taliban (organisasi yang menolak menyerahkan Osama Bin Laden). Dalam Invansi militer tersebut Amerika menggunakan menggunakan pasukan perang dari segala lini. Amerika dan NATO mengerahkan pasukan darat, laut dan Udara dalam operasinya dalam melumpuhkan Taliban dan al-Qaeda. Amerika menggunakan skuadron udara untuk mengbombardir bangunan dan daerah-daerah yang mereka nyatakan sebagai basis terorisme.
            Namun perang dalam mengahadpi terorisme yang dinyatakan Amerika sebagai tujuan mereka menginvansi Afghanistan ternyata tidak hanya menelan koraban dari pihak kombatan saja, Amerika ternyata juga banyak membunuhi warga-warga sipil Afghanistan dan menghancurkan infrastruktur Afghanistan.
            Bila kita melihat dari pendekatan Solidaritas International Society Theory, dapat kita lihat bahwa invansi yang dilakukan oleh Amerika kepada Afghanistan merupakan suatu tindakan yang tidak bermoral dan melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional,  dimana kaum solidaritas beranggapan bahwa intervensi Internasional terhadap suatu Negara hanya boleh dilakukan oleh PBB,karena PBB lah badan yang ditunjuk untuk menciptakan kedamaian didunia ini, dan Negara lain baru bisa mengintervensi ketika PBB tidak sanggup lagi mengatasi masalah tersebut, hal ini berkebalikan dengan apa yang terjadi di Afghanistan, Amerika memutuskan untuk melakukan intervensi dan bahkan invansi tanpa persetujuan PBB dan tidak didahului oleh PBB. Hal ini bila kita lihat dari pendekatan solidaritas international theory merupakan suatu pelanggaran.
            Selain itu pendekatan solidaritas international theory menekankan dalam aspek moral saat terjadinya perang,dan itu dapat kita lihat dari 8 prinsip-prinsip utama Hukum Humaniter International. Namun dari pengamatan-pengamatan dan pemberitaan media masa, amerika telah banyak melanggar prinsip-prinsip dan Hukum Humaniter International, dimana Amerika telah mengesampingkan moralitas dan sisi kemanusiaan untuk memenangkan perang, tentunya hal ini telah merubah afghanista menjadi ladang pertumpahan darah warga-warga sipil yang tidak berdosa.
            4 oktober 2009, serangan udara yang dilakukan oleh Amerika diprovinsi Helmand menewaskan 9 warga sipil, dan sebelumnya, pada minggu pertama September 2010, jet tempur Amerika menewaskan 140 orang penduduk. Serangan udara yang ditenggarai mengandung fosdor tersebut juga menghancurkan sekolah-sekolah yang ada[1]. Hal ini dapat kita indikasikan bahwa Amerika telah melanggar prinsip-prisnsip Hukum Humaniter Internasional. Berikut adalah beberapa kejahatan perang yang dilakukan oleh Amerika.
1.      Pembunuhan terhadap warga sipil : kelompok HAM Afghanistan menyatakan bahwa selama 9 tahun invansi amerika setidaknya telah menewaskan 1.074 orang,dimana korban disebabkan oleh, serangan darat, udara, dan terkena ranjau.[2] Amerika bahkan menyerang suatu pesta pernikahan yang menyebabkan setidaknya 100 orang tewas atau luka-luka.[3]
2.      Penghancuran infrastruktur umum dan rumah-rumah sipil: dimana hal disebabkan oleh pengeboman oleh pihak Amerika dan sekutunya. Infrastruktur yang hancur antara lain adalah sekolah,gedung-gedung perkantoran, ladang, sumber air, dan rumah penduduk.
3.      Penahanan tanpa peradilan dan ditahan di penjara yang tidak mengakomodir hak azazi manusia dan tidak terbuka untuk umum. : sebagian besar para tahanan yang ditangkap di Afghanistan akan dipenjarakan dipenjara Guantanamo,sebuah penjara yang berada di Teluk Cuba.




Pelanggaran Hukum Humaniter oleh Amerika
            Kejahatan-kejahatan perang yang dilakukan oleh Amerika serikat dapat kita lihat dari prinsip-prinsip dan butir-butir hukum Humaniter Internasional, yaitu :
  Pembunuhan warga sipil : Pembunuhan warga sipil oleh suatu pihak dalam suatu konflik merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Hukum Humaniter, yang pertama adalah pelanggaran terhadap prinsip kedua Hukum Humaniter Internasional yaitu
1.      prinsip Necessity (kepentingan), dimana dalam prinsip ini dikatakan bahwa suatu objek sipil hanya dapat dijadikan sasaran militer apabila objek tersebut memberikan konstribusi efektif bagi tindakan militer musuh,  dan mendapatkan keuntungan yang semestinya bagi pihak penyerang.
2.         Yang kedua adalah pelanggaran terhadap prinsip proposionality (proposinalitas), dimana setiap serangan operasi harus didahului dengan tindakan yang memastikan bahwa serangan tersebut tidak menyebabkan korban dipihak sipil
3.       Prohibiton of Causing Unnescessary suffer : dimana serangan udara  yang dilakukan Amerika telah menyebabkan banyak korban jiwa,cacat permanen dan dalam serangannya Amerika dicurigai menggunakan zat fosfor putih (zat yang penggunaannya dilarang oleh PBB karena menyebabkan luka yang begitu parah seperti luka bakar tingkat tinggi , dan kebutaan, zat inilah digunakan Israel dalam serangan terakhirnya diGaza Palestina)
Selain itu Amerika juga telah melanggar artikel 15 dari konvensi Genewa 1949 dimana disana dinyatakan mengenai “zona netral” , yaitu suatu kawasan yang dibuat sebagai tempat berlindung bagi orang-orang yang terkena efek perang, tanpa ada pembedaan, orang-orang tersebut meliputi prajurit dan sipil yang terluka, sipil yang tidak mengambil bagian dalam perang, dan mereka yang bekerja tidak dengan karakteristik militer.

Dan yang kedua adalah mengenai penghancuran terhadap infrastruktur dan rumah-rumah penduduk. Serangan Amerika dengan dalih mengejar milisi Al-Qaeda dan Taliban ternyata tanpa pertimbangan moral dan kemanusiaan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya infrastruktur seperti sekolah,mesjid, tempat-tempat penting lainnya yang hancur akibat bom-bom Amerika baik itu bom melalui darat maupun melalui udara. Dan bila itu kita lihat dari prinsip hukum Internasional maka Amerika telah melanggar prinsip yang sejalan dengan pelanggaran akibat pembunuhan terhadap warga sipil yaitu prinsip yang kedua dan yang ketiga. Hal ini juga diatur dalam pasal 53 Konvensi Genewa 1949, dimana pasal ini dibuat untuk melindungi spesifik objek, seperti objek kebudayaan,sumber kebudayaan (contohnya sekolah), monument sejarah, tempat-tempat ibadah

Yang terakhir adalah penahan orang yang dituduh terlibat dalam organisasi Al-Qaeda dan Taliban oleh Amerika. Dalam invansi Amerika di Afghanistan para tawanan perang yang ditangkap oleh Amerika ternyata tidak mendapatkan hak-haknya sebagai tawanan perang. Mereka ditahan di penjara yang jauh dari negeri asal mereka, yaitu sebuah penjara diteluk Cuba yang bernama Guantanamo, Banyak narapidana yang di jebloskan tanpa proses pengadilan, belum terbukti keterlibatannya dengan tindakan terorisme harus mendekam di dalam sel-sel gelap Guantanamo untuk mengalami penyiksaan yang sangat tidak manusiawi. Jika Amerika sudah menunjuk bahwa dia adalah teroris maka dialah teroris dan hampir seluruh dunia merestuinya
Ada yang mengatakan tahanan di Guantánamo diperlakukan semena-mena. Setiap tahanan baru langsung mendapat jatah celana pendek, celana panjang, dan 2 kaos, semua berwarna oranye menyolok, alas kaki untuk mandi, handuk, pasta gigi, sampo, sajadah, topi haji warna putih, sebuah Al-Quran, dan alas tidur tanpa bantal. Tahanan hanya diberi jatah mandi selama 2 kali dalam seminggu. Ini merupakan salah stu contoh dari kejahatan Guantanamo. Jumlah seluruh tahanan yang ada diperkirakan 660 orang. Mereka berasal dari 44 negara, semua terkait dengan tuduhan sebagai bagian dari “terorisme” internasional. Sebagian besar adalah pejuang al-Qaeda dan Taliban yang ditangkap di Afghanistan.
Padahal dalam prinsip Hukum Humaniter Internasional yaitu ketentuan minimal HHI dinyatakan bahwa mereka yang tidak lagi terlibat dalam perang tidak dibenarkan mendapatkan perlakuan :
1.      Kekerasan terhadap kehidupan, pribadi dan fisiknya, khususnya pembunuhan dalam bentuk apapun, mutilasi, perlakuan kejam, dan penganiayaan
2.      Kekerasan terhadap martabat pribadinya, khsusnya penghinaan dan perlakuan yang merendahkan
3.      Pemberian hukuman dan pelaksanaan eksekusi sebelum adanya putusan yang ditetapkan oleh suatu pengadilan yang sah yang dilengkapi dengan jaminan hukum yang diakui oleh masyarakat beradab.

Konvensi Genewa tahun 1949pun mengatur mengenai jaminan terhadap para tahanan tersebut,hal ini tertuang dalam beberapa artikel, yaitu :
1.      Artikel 12 : “ prisioners of war in the hands of the enemy power, but not of the individual or military unit who have captured them”
2.      Artikel 13 : “ prisioners of war must at all times be humanely treated” obviosly, they may not be arbitraly killed,  the article mkes the point explicit when it prohibits ‘any unlawful act or omission...causing death or seriously endangering the health of prisioners of war’
3.      Artikel 14 : prisioners of war must be protected’ particularly against act of violence or intimidation and against insult and public curiosity; and reprisals directed against prisioners of war are prohibited.  Additionally, they are entitled in all circumtances to respect for their persons and their honour

Dari pemaparan diatas dapat kita lihat bahwa meskipun mengaku sebagai agen demokrasi dunia, Amerikapun tidak dapat menerapkan seluruh prinsip-prinsip demokrasi terhadap politik luar negerinya, hal ini dapat dilihat dengan pengambilan keputusan untuk menginvansi Afghanistan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, yaitu penghormatan terhadap kedaulatan negara lain. Sekali lagi kepentingan nasional akan menomor duakan norma-norma serta aturan-aturan yang ada.