Jumat, 15 April 2011

Balance of Threat dan Kebijakan Luar Negeri Amerika.

Neorealisme paradima
            Stephen M Walt dalam papernya yang berjudul International relation, One World Many Theories. Menyatakan konsep realism berkembang pada saat perang dingin . Realisme menjabarkan bahwa peritiwa internasional sebagai perjuangan untuk kekuatan diantara kepentingan-kepentingan Negara dan realism biasanya pesimis mengenai prospek pengurangan konflik dan perang. Karena itulah konsep realisme banyak dipakai dalam menganalisis perng dingin karena sangat cocok untuk menjelaskan mengenai perang, alliansi dan imperialis serta fenomena-fenomena internasional lainnya. Karena pada masa tersebut permasalahan yang umumnya merupakan permasalahan ancaman-ancaman kedaulatan dan okupasi dari Negara lain. Para pemikir realism seperti Hans Morgenthau dan Reinhold Nielbuhr percaya bahwa hubungan antar Negara mirip dengan hubungan antar manusia, memiliki hasrat untuk mendominasi yang lainnya yang menyebabkan mereka untuk saling berperang. 
            Sedangkan Neorealis yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz mengesampingkan hubungan sifat alami manusia dan lebih focus kepada efek dari system Internasional. Bagi Waltz Sistem Internasional terdiri dari kekuatan-kekuatan besar yang terus mencari untuk bertahan. Dan system internasional itu sendiri adalah system yang anarki dimana tidak ada satupun autoritas sentral yang dapat benar-benar melindungi suatu Negara dari Negara lainnya. Setiap Negara harus mampu melindungi dirinya sendiri. Neorealisme sebernya terbentuk akibat semakin kompleksnya perkembangan dunia dan membuta harus adanya perubahan dalam pemikiran realism. Neorealisme menitik beratkan kepada poitik Negara tersebut,bukan hanya kepada power. Neorelisme focus pada struktur yang membentuk hubungan Internasional
Robert Gilpin menyatakan bahwa saat suatu Negara mengalami ketidakpuasan dalam suatu system akan mendorong Negara tersebut meningkatkan pengaruhnya dalam Negara lain melalui ancaman, Koersi, Aliansi dan persebaran pengaruh. Karena itulah kerjasama baik itu dalam bentuk ekonomi, maupun aliansi perlu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dalam system Internasional.


Balance of threat
            Sthepen Walt menyatakan bahwa maksud dari kesungguhan memainkan peran besar dalam pemilihan aliansi…meskipun suatu negara mempunyai kapasitas yang sedang, dia boleh mengajak negara lain untuk balancing jika mereka merasa terancam. Walt mencontohkan saat menjelaskan kenapa koalisi yang mengalahkan Jerman pada saat perang dunia satu dan dunia menjadi lebih kuat daripada opponennya. Hal ini dikarenakan Jerman dan aliansinya merupakan suatu kekuatan yang kuat (menurut yang lebih lemah) dan membuat Negara-negara lain membuat suatu bentuk aliansi yang kuat untuk merespon ancamannya.


Imbalance Of Tread    Cause    Alliances Againts The Most Threaten Tread

Ketidak seimbangan ancaman terjadi ketika Negara atau koalisi yang paling mengancam lebih berbahaya secara signifikan dengan yang Negara atau koalisi yang kedua.Tingkat ancaman dari suatu Negara dengan lainnya adalah jumlah kekuatannya, kedekatan geografis, kemampuan menyerang, dan intense agresifitas.

Untuk memahami apa itu Balance of Threat dapat dilihat dengan ilustrasi sebagai berikut : Setelah runtuhnya Uni soviet, Amerika Serikat bertranformasi sebagai satu-satunya Negara super power yang ada di dunia. Dengan kekuatan militer dan ekonomi yang dimilikinya Amerika mampu mengadakan sebuah operasi militer dalam skala global terhadap suatu Negara, karena itulah Negara-negara yang lebih lemah membuat suatu bentuk aliansi untuk mencegah dominasi Amerika. Maka Balance of Threat Theori melihat variable terpenting bukanlah kekuatan Amerika namun lebih melihatnya sebagai suatu ancaman terhadap Negara lain.
            Tujuan dari suatu Negara masuk dalam suatu aliansi adalah untuk mencegah domimasi dari kekuatan yang lebih besar  dimana Negara akan bergabung untuk melindungi diri mereka sendiri dari egara-negara atau aliansi yang mempunyai sumber-sumber daya yang besar yang dapat menjadi ancaman bagi negaranya. Ada 2 alasan besar kenapa Negara mau bergabung dalam suatu aliansi :
  1. Akan sangat beresiko baggi kelangsungan suatu Negara jika ia gagal mengekang suatu potensi hegemoni sebelum ia menjadi kuat.
  2. Menjalin aliansi dengan Negara yang mudah diserang akan meningkatkan pengaruh kepada anggota baru. Karena mereka lebih membutuhkan bantuan
Karena itulah power bukanlah satunya-satunya factor yang membuat suatu Negara mau bergabung dalam suatu aliansi atau membentuk suatu aliansi. suatu Negara lebih mau bergabung untuk melawan suatu Negara yang berptensi mengancam dibandingkan suatu Negara yang mempunyai kekuatan besar.
Dan sumber-sumber ancaman itu sendiri dapat dibagi dalam beberapa bagian :
  • Agregat kekuatan : Hal ini dapat dilihat dari total sumber daya suatu Negara ( populasi, industry, kemampuan militer, kekuatan teknologi, dll)
  • Proximate Power (Kekutatan terdekat)  : Negara-negara juga akan beraliansi untuk merespon ancaman-ancaman dari Negara terdekat. Karena ancaman dari kekuatan terdekat jauh lebih berbahaya daripada  Negara yang secara geografikal letaknya lebih jauh. Sebagai contoh adalah Inggris akan memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan angkatan laut Jerman dibandingkan pergerakan perlawanan di Brazil.
  • Offensive power ( kekuatan menyerang) : Negara dengan kekuatan menyerang yang besar akan cenderung terlihat seperti memprovokasi sebuah aliansi daripada Negara-negara yang mempunyai kekuatan militer yang lemah dan hanya mempunyai kemampuan untuk bertahan. Ancaman seperti ini akan membuat suatu Negara beraliansi untuk menyeimbangkannnya. Contohnya : saat Inggris menganggap Kekuatan Laut Jerman sebagai suatu ancaman. Maka Inggris akan menggandakan kekuatan militernya ketika bergabung dengan dengan Perancis dan Rusia
  • Offensive intention ( Intensitas penyerangan) : Negara yang memunculkan keagresifitasan akan memprovokasi suatu Negara untuk melakukan aliansi. Seperti pada saat Nazi Jerman berkuasa. Nazi memprovokasi banyak aliansi untuk melawan dirinya karena kombinasi antara kekuatan besar yang dimilikinya dengan ambisi yang extrim


Balance of Threat dan Kebijakan Luar Negeri Amerika.
            Kita melihat bagaimana pada masa era Bush Amerika sangat menekankan isu-isu keamanan dalam kebijakan luar negerinya,mungkin ini juga dipengaruhi oleh isu-isu hangat saat itu memang berhubungan dengan permasalahan keamanan, seperti serangan terhadap WTC pada tanggal 11 September 2001, dan aksi-aksi terror yang mengancam Amerika. Hal ini membuat kajian kebijakan luar negeri Amerika berkisar mengenai invansi-invansi yang dilakukan Amerika kepada Negara lain,seperti Irak dan Afghanistan, dan pendekatan-pendekatan Realis seringkali digunakan untuk itu.
            Amerika, sebagai satu-satunya hegemoni dan Negara superpower yang tersisa saat ini setelah keruntuhan Uni Soviet mempunyai suatu kebijakan Preventive Attack untuk urusan securitynya yaitu menyerang Negara yang dianggap sebagai suatu ancaman sebelum ancaman tersebut berkembang lebih luas. Alasan itulah yang digunakan Amerika untuk memberangus Irak dan Afghanistan, dimana Saddam Hussein di Irak diklaim mempunyai senjata pemusnah masal yang dianggap Amerika dapat digunakan kedaerahnya dan gerakan-gerakan terror yang dilakukan Osama Bin Laden di Afghanistan akan mengganggu stabilitas di Amerika.
            Namun bukan itulah yang menarik perhatian saya kali ini, saya justru tertarik membahas kenapa setiap penyerangan yang dilakukan oleh amerika selalu disertai oleh Nato seperti yang terjadi di Afghanistan, Irak dan kebijakan-kebijakan Amerika dalam bidang keamanan. Fidel Castro bahkan sampai mengeluarkan statement bahwa amerika akan menginstruksikan NATO untuk menyerang Libya.
            Hal ini membukitkan bahwa Amerika meskipun merupakan Negara dengan kekuatan militer yang beasar dan yang terdepan dalam hal pengembangan teknologi perang, ternyata tidak melakukan serangan langsung dengan menggunakan kekuatan Negara mereka sendiri dan menjalankan preventive attack itu sendirian, melainkan mengajak NATO ikut serta dalam perang yang dilakukannnya. Mungkin wacana bahwa suatu ancaman bagi salah satu anggota NATO merupakan ancaman bagi semua anggota NATO dipergunakan dengan baik oleh Amerika, karena itulah semua ancaman yang terjadi di Amerika akan menjadi ancaman bagi semua Negara yang ikut serta dalam Nato ditambah lagi dengan kekuatan dan hegemoni Amerika dalam forum pertahanan terkuat didunia itu membuat Amerika gampang saja membuat wacana bahwa hal tersebut adalah ancaman juga bagi Negara-negara NATO
Kita dapat melihat bagaimana Negara-negara yang terlibat dalam NATO mengamini begitu saja semua perbuatan yang dilakukan Amerika.Bahkan seharusnya NATO melakukan suatu jajak pendapat internal dahulu apakan mereka akan melkukan serangan juga tersebut.
Karena itulah konsep balance of Threat dijadikan pembenaran yang dilakukan Amerika untuk menginstruksikan NATO agar bergabung dalam perang dan invansi-invansi yang dilakukannya, dengan ini akan mendapatkan bantuan kekuatan yang cukup besar sehingga dapat menghemat biaya perang,meminimalisir jumlah korban dari pihak Amerika serta tidak akan terlalu dipojokkan oleh dunia,karena bukan hanya Amerika yang terlibat dalam perang tersebut.





Daftar Pustaka
  1. Keil L Shimko. International relation : Perspective and Controversies
  2. Samuel Walt, Alliance Formation and the Balance of World Power
  3. http://www.rimanews.com/read/20110224/17857/fidel-castro-amerika-perintahkan-nato-serang-libya diaakses pada tanggal 8 maret 2011 pada jam 11.40
  4. Stephen Walt, Origin of Alliance. Copyright 1987 by Cornell University
  5. Stephen Walt. International relation : One World, Many Theories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar