Sabtu, 02 Juli 2011

Sebuah Kisah Dari Rimba Kapitalisme


Jangan mengira masyarakat Pasaman Barat makmur. Begitulah kira-kira judul sebuah berita media online yaitu puaiiliggoubat.com  pada tanggal 9 Juni 2010[1]. Media itu menyatakan bahwa yang diuntungkan dengan dibukanya lahan sawit dengan menjual tanah ulayat masy setempat bukanlah masyarakat itu melainkan pemilik perusahaan dan pemerintah. Hal ini dapat kita lihat dari pemaparan Ujang alias zulkifli (35) salah satu masyarakat adat diPasaman Barat,seperrti yang dituturkan pada puaiiliggoubat.com :
Jangan salah menilai, yang kaya oleh sawit bukan warga Pasaman Barat, tapi tentara, polisi, dan para pejabat, termasuk bupatinya. Mereka yang menggunakan kekuasaannya untuk menjaga kepentingan perusahaan, itulah yang makmur oleh sawit. Masyarakat? Tidak, mereka harus puas jadi budak perusahaan yang harus menghabiskan hari-harinya di kebun sawit sepanjang waktu dengan upah seadanya dan hutang yang terus menumpuk, selain membenturkan masyarakat dengan aparat, sehingga banyak anggota masyarakat yang terbunuh atau dipenjara, perusahaan juga tak segan-segan mengintimidasi penduduk. “Brimob bahkan membuka areal pelatihan di situ untuk menakut-nakuti masyarakat, selain polisi, tentara dan pejabat, perusahaan juga menggunakan preman-preman untuk mengawasi dan menjaga perusahaan dari protes masyarakat, apa makmurnya hidup begitu?”[2] Konflik tanahpun pernah membuat warga Pasaman Barat penyegel perusahaan sawit asal Malaysia yaitu PT.Laras Inti Nusa. Konflik disebakan oleh penyerahan tanah yang tidak beres. [3]
               Melalui pemaparan diatas maka dapat kita lihat penyebab konflik adalah adanya perubahan sistem berproduksi masyarakat setempat terhadap tanah ulayat. Jika kita sebut tanah ulayat adalah sebuah factor produksi masyarakat, maka sejak tanah tersebut telah dialih fungsikan kepada lahan sawit dan lahan sawit dimiliki oleh swasta,maka masyarakat setempat telah kehilangan haknya terhadap factor produksi, sebelumnya tanah ulayat merupakan suatu lahan pertanian yang digarap bersama-sama oleh kaum tersebut, dimana pembagian kerja didasarkan atas kemauan serta kemampuan dari masing-masing orang dalam kaum dan hasilnya dibagi sesuai kesepakatan kaum pemilik tanah tersebut maka kini konsep itu tidak bisa lagi dipakai. Karena saat lahan itu telah menjadi milik perusahaan swasta maka system berlaku adalah system kapitalisme. Kini perusahaanlah  yang menentukan berapa banyak orang dari kaum tersebut untuk dapat bekerja didalam kebun sawit tersebut. Masyarakatpun tidak bisa lagi bebas menentukan divisi kerja mereka, karena hal itu telah ditentukan oleh perusahaan, kini pembagiaan kerja adalah berdasarkan skill yang dimiliki , dan umumnya masyarakat setempat yang mempunyai latar belakang bertani dan sama sekali buta terhadap indusrti sawit akan menjadi buruh didalam perusahaan tersebut (karena dalam system kapitalisme para pemilik modal bebas untuk merekrut tenaga kerja darimanapun semau mereka, maka untuk teknisi industri mereka akan memilih untuk mengambil lulusan unversitas untuk menghemat modal dengan memberi pendidikan masyarakat setempat mengenai industri sawit)
               Mengenai upahpun, bila masyarakat biasanya membagi hasil dari tanah ulayat sesuai kesepakatan kaum (biasanya pembagian sama rata atau perbedaan pembagian tidak terlalu mencolok) kini upah mereka diatur oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Maka perusahaan akan memberikan upah hanya sekedar agar para buruhnya dapat bertahan hidup dan tidak menurunkan nilai kerja mereka untuk memperoleh untung yang sebesar-besarnya. Karena itulah masyarakat merasa tidak sepadan apa yang telah dia kerjakan dengan apa yang mereka dapatkan, dimana biasanya masyarakat menggarap tanah ulayat dengan waktu kerja yang mereka tentukan sendiri dan hasil yang memadai, kini mereka harus bekerja dengan waktu kerja yang seketat-ketatnya dan upah yang minimal( sekali lagi hal ini untuk memperbesar keuntungan perusahaan tersebut).
               Negara, yang sebenarnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatpun tak bisa berbuat apa-apa, karena dalam system kapitalisme, Negara tidak berhak mencampuri pasar dan bahkan Negara harus melindungi dan mejamin keamanan perusahaan tersebut agar investasi tetap tertanam. Bahkan lembaga keamanan Negara (dalam hal ini militer) bukannya mengayomi dan membela masyarakat adat setempat karena tanahnya telah dirampas dengan cara licik oleh perusahaan tersebut, justru mengintimidasi masyarakat. Karena itulah banyak masyarakat yang tanah ulayatnya dikuasai oleh perusahaan swasta menggunakan caranya sendiri dalam mencapai kepentingan mereka, dan hal inilah yang menyebabkan konflik terjadi dimana konflik itu justru berakhir dengan kekerasan atau bentrokan yang bahkan merenggut korban jiwa (seperti kasus penembakan warga oleh brimob di Jambi[4]).

Memahami Erzat Kapitalisme bersama Yoshihara Kunio



Sebelum kita mengetahui apa itu erzat kapitalisme atau kapitalisme semu, akan lebih baik bila kita mengetahui apa itu kapitalisme tulen. Yoshihara Kunio menyatakan bahwa kapitalisme tulen adalah kapitalisme yang berkembang dinamis di Eropa pada abad ke19 yang berhasil membawa kawasan tersebut keluar dari system feodal menuju kapitalis industrialis yang melahirkan kemajuan teknologi yang pesat dan kemajuan ekonomi yang sangat luar biasa. Inilah system yang juga berkembang di amerika Serikat, Jepang dan hasilnya pun sama dengan daerah Eropa, yaitu perkembangan teknologi dan peningkata ekonomi. Sedangkan kapitalisme ezrat adalah kapitalisme semu atau hanya merupakan subordinat dari negara ekonomi kuat sehingga bukanlah kapitalisasi yang berkembang berdasarkan perkembangan sector swasta negara tersebut,melainkan hanya merupakan perifikasi dari negara lain. Yoshihara Kunio menyatakan ada dua alasan kenapa ezrat kapitalisme terjadi di Asia Tenggara.
Yang pertama adalah campur tangan pemerintah yang tidak semestinya, Inggris pada abad ke19 yang merupakan awal perkembangan liberalisasi ekonomi melalui revolusi industrinya mendapatkan jaminan dari negara mengenai kebebasan ekonomi. Negara hanyalah bersifat wasit atau komisioner yang memastikan jalan pasar agar tetap disiplin. Berbeda di Asia Tenggara,campur tangan pemerintah yang bersifat berlebihan menghasilkan rente-rente birokrat , yang menghancurkan kebebasan berkompetisi dari system kapitalisme itu sendiri, birokrasi rente ini akan membuat persaingan yang  tidak sehat, karena adanya perlakuan khusus terhadap beberapa pengusaha (contonya kebangkitan pengusaha cina di Asia Tenggara).
Yang kedua adalah, kapitalisme di Asia Tenggara merupakan kapitalisme tingkat lanjut, dengan artian Asia Tenggara baru melakukan kapitalisasi setelah kapitalisasi di wilayah lain sudah melaju sedemikian jauh. Hal ini menyebabkan ketertinggalan teknologi. Sedangkan Marx menyatakan bahwa dasar dari kemenangan persaingan dalam kapitalisme adalah penguasaan teknolgi dalam membantu proses industry. Karena teknologi yang tinggi akan menghasilkan efisiensi dalam berproduksi, sehingga akumulasi nilai lebih dapat ditingkatkan.

Preemptive Attack dan Grand Strategy America Pada Masa George W Bush




Gary Hart menyatakan bahwa pada abad ke 20 perhatian terhadap keamanan mencapai puncaknya. Dimana isu itu tidak hanya berkutat pada permasalahan tradisional yaitu melawan kekerasan,kini termasuk menjadi isu keamanan hidup, keamanan komunitas, keamanan lingkungan dan keamanan terhadap masa depan anak-anak. Karena itulah bisa dinyatakan bahwa tujuan yang lebih luas bagi strategi Amerika adalah haruslah berpusat pada keamanan dari warga negaranya. [1]
Pada masa pemerintahan Geoge W Bush isu keamanan menjadi puncak dari penentuan kebijakan luar negeri Amrika, hal ini disebabkan karena serangan terorisme yang telah meluluh lantakan dua buah gedung kembar lambang supremasi kekuatan ekonomi Amerika, yaitu WTC. Dua buah pesawat sipil yang dibajak tersebut dan ditabrak ke gedung WTC tersebut telah menelan korban jiwa melebihi 3000 jiwa, dan untuk pertama kalinya keadigdayaan Amerika dicoreng oleh para teroris. Kehebatan militer yang selama ini digadang-gadangkan sebagai kekuatan militer terkuat didunia menemukan antitesanya justru didaerah territorial mereka sendiri. Skuadron F16, rudal balistik antar benua, hingga penguasaan pencitraan satelit yang membuat Amerika ditakuti oleh semua negara didunia justru kecolongan oleh sekelompok organisasi yang bahkan tidak memiliki satupun kendaraan perang. Masyrakatpun menjadi sadar bahwa keamanan mereka kini berada dalam ancaman serius.
Efek dari serangan tersebut telah merubah Grand theory Amerika pada saat itu. Jika pada awalnya adalah market-driven-empire menjadi military-driven-empire Atau dalam bahasa Mark Engler, kebijakan luar negeri Amerika berayun antara atas dua tipe: corporate-globalization dan imperial-globalization. Engler selanjutnya mengatakan, strategi corporate-globalization dengan tepat direpresentasikan pada masa pemerintahan Bill Clinton, sementara imperial-globalization, menonjol pada masa pemerintahan Bush Jr. Ilmuwan politik Joseph R. Nye, menyebut kebijakan luar negeri era Clinton sebagai kebijakan Soft Power, sementara era Bush, disebutnya sebagai kebijakan Hard Power.

Jumat, 06 Mei 2011

Komodifikasi,Sebuah Refleksi Pendidikan Indonesia


Pendidikan menurut K.H Dewantara (bapak pendidikan Indonesia ) adalah sebuah daya upaya untuk memajukan budi pekerti(karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani selaras dengan alam dan sekitarnya. Sedangkan Edgar Dale menyatakan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan oleh masyarakat, keluarga dan pemerintah melalui bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung disekolah dan diluar sekolah, sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranannya dalam berbagai lingkungan hidup ditengah-tengah masyarakat.

Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya mendidik dan pembentukan karakter agar dapat menjadi sesuatu yang berguna ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah hal yang penting bagi suatu bangsa, perkembangan suatu bangsa ditentukan oleh bagaimana system pendidikan disana. Mengingat peran sentral dari pendidikan sebagai basis fundamental pembangunan bangsa, Undang-undang pun mengatur bagaimana pendidikan itu seharusnya terselenggara, seperti yang tujuan pendidikan yang diatur oleh UU no 20 Tahun 2003, yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta  pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka menderdaskan kehidupan bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif , mandiri, dan menjadi warga negara yang kreatif dan bertanggung jawab.”

Mengetuk Pintu Yang Terbuka II ( The Progress of Movement )


Maka pertanyaan yang harus kita jawab selanjutnya adalah, setelah mengetahui apa itu kapitalisme dan bagaiman kapitalisme telah menginjeksi suprastruktur masyarakat sehingga diterima menjadi suatu common sense dan hal lumrah, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikannya?
                                     

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka saya akan mengambil suatu konsep yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci, dimana Gramsci menyatakan bahwa kapitalisme menjadi ide yang dominan dikarenakan pewacanaan yang dikonstruksi oleh pihak borjuasi, untuk itu diperlukan suatu tandingan wacana ditengah-tengah masyarakat dan membentuk suatu common sense baru, sehingga masyarakat sadar akan keterasingan mereka atau dengan kata lain melakukan counter hegemoni terhadap wacana dominan yang ada[1]. Saya akan menganalogikan counter hegemoni seperti contoh dibawah ini :

·         Jika kita mengibaratkan kapitalisme adalah suatu pohon yang besar, ideology atau wacana kapitalisme adalah akar dari pohon tersebut, yang mana merupakan penyuplai kebutuhan kapitalisme untuk tetap bertahan hidup, dan masyarakat adalah tanah tempat pohon tersebut tumbuh ( atau dapat dikatakan sebagai media hidup kapitalisme). Maka untuk mematikan pohon tersebut tumbuh kita harus meracuni tanah tempat pohon tersebut tumbuh, agar akar segera mati dan pohon yang seberapapun besarnya akan ikut mati, karena tanah sebagai media tumbuhnya tidak lagi meyuplai unsur-unsur yang dibutuhkan pohon untuk hidup. Peracunan terhadap pohon tersebutlah yang disebut sebagai penebaran wacana tandingan atau counter hegemoni dalam masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi menjadi alat berlangsungnya system kapitalisme, bahkan bangkit untuk menghentikan system tersebut.

Namun sebelum kita mencapai langkah tersebut, maka kita harus membentuk suatu bloc yang solid, saya merasa bahwa Magenta berpotensi sebagai suatu bloc yang solid untuk melakukan counter hegemoni terhadap kapitalisme saat ini. Karena kita yang tergabung disini mereka orang-orang yang tidak lagi tertidur dalam kenyamanan selimut kedamaian palsu kapitalisme,  sungguh sangat membahagiakan bagi saya dapat berkmpul dalam barisan sadar dan tetap terjaga ini. Barisan yg digerakkan oleh nurani mereka meski magenta tidak pernah menawarkan apa-apa. Sunggh begitu membanggakan juga bagi saya bisa berada dalam satu wadah bersama mereka yg mengerti posisi mereka dan tahu landasan pergerakan mereka,barisan ini meski hanya kelmpok kecil tapi bagi saya terasa seperti dikelilingi ribuan orang karena cakrawala pengetahuan yang begitu mempesona,dan bersama rekan-rekan magenta,merubah dunia pun bukan utopis lagi rasanya. Karena itulah setelah kita berhasil membentuk blok perlawanan ini, tiba saatnya bagi kita untuk maju ketahap selanjutnya, sudah saatnya bagi kita untuk menentukan arah perjuangan ini, karena penacpaian yang telah kita capai hanyalah sebuah langkah kecil yang harus tetap kita lanjutkan,sudah saatnya bagi kita untuk mengetuk pintu-pintu yang telah terbuka dan telah membuang selimut kedamaian palsunya. Agar tangan-tangan yang menjanjikan kepalan dapat berintegrasi dan memperkuat perlawanan kita.

Sudah saatnya kita menyatakan dan memperlihatkan kesungguhan kita, maka dari itu mari kita bakar pintu yang telah kita buka itu, sehingga kita tidak akan berbalik lagi dan mantap menapaki jalan ini, agar kita tidak lagi berbalik dan terlena dengan selimut-selimut kedamaian palsu, dan memberikan setiap partisipasi kita untuk perubahan yang selama ini kita impikan. Percayalah, sebuah perjuangan yang tidak disertai kebulatan tekad dan keteguhan hati hanya akan menghasilkan pecundang yang akan ditempatkan dalam kantong sampah sejarah. Dan perubahan besar selalu diawali dengan perubahan dari dalam diri kita sendiri.

Selain itu sudah saatnya bagi kita untuk menyamakan persepsi dan menyatukan hati karena saat hati kita telah menjadi satu maka akan timbul rasa saling memiliki dan perasaan untuk saling menjaga, hati yang bersatu akan menopang hati yang lain sehingga tercipta suatu sinergi yang kuat. Hati yang telah bersatu tidak akan membiarkan sahabatnya maju kemedan perang sendirian. Pergerakan yang disertai hati yang telah bersatu bagaikan sebuah rombongan bangau, dimana kelompok bangau yang bermingrasi akan membentuk formasi V, bangau yang didepan akan selalu didukung oleh bangau yang dibelakangnya, bangau yang dibelakang akan selalu memberikan suara semangat kepada bangau yang didepan agar bangau yang didepan tetap yakin memimpin, namun bangau lain akan segera mengambil inisiatif untuk mengambil pimpinan barisan saat bangau didepan kelelahan, dan apabila ada bangau yang terluka dan tidak dapat melanjutkan perjalanan maka ada dua ekor bangau yang lain ikut turun juga menjaga bangau yang terluka,mereka akan tetap menjaganya dan saat ia bisa melanjutkan perjalanan maka ketiga bangau tersebut akan bergabung dalam formasi bangau lain yang sedang melintas[2].

Kekutaan hati yang bersatu mampu membuat bangau menempuh perjalanan ribuan kilometer dari utara yang membeku dimusim dingin menuju daerah selatan yang lebih hangat. Hati yang bersatu tidak dimiliki oleh kapitalisme karena logika interaksi dalam kapitalisme adalah interaksi fungsional, yaitu seberapa besar orang lain itu berguna untuk mendapatkan kepentingan mereka, dan mereka terpisah oleh kotak-kotak individualistik mereka sendiri.

Maka dari itu,saat hati kita telah terintegrasi satu sama, meskipun kita hanya berjumlah 100 orang dan para kapitalis berjumlah 1000, maka perlawanan yang terjadi adalah 100 orang melawan satu orang yang dilakukan 1000 kali.

Mari kita lakukan apapun,selama masih terbentang langit tak terbatas diatas kita, meskipun nanti kita tidak berhasil, setidaknya saat tua nanti ketika langit itu telah berubah menjadi langit-langit yang membatasi kita,langit-langit itu bercerita coretan tentang mimpi-mimpi kita dan bagaimana kita tak pernah sekalipun menggadaikan impian kita ,setidaknya langit-langit itu akan jadi dongeng pengantar tidur anak cucu kita, bahwa pahlawan itu ada, yaitu orang-orang yang berjuang untuk apa yang diyakininya dan bibit yang telah kita tebarkan pasti akan tumbuh menjadi harapan baru dengan kematangan dan kekuatan yang lebih besar lagi, akasia-akasia perlawanan pasti akan tumbuh menggantikan kamboja.
Rekan-rekan semua, marilah terus berdinamika dan menggapai mimpi-mimpi tersebut, mari terus mengetuk pintu-pintu yang terbuka dan membangunkan mereka yang saat ini masih dinina bobokan oleh selimut kedamaian palsu
jalan ini masih jauh membentang....

Padang, 6-5-2011
Gilank Ralicha
Komunitas
Masyarakat Gerilyawan Kota



[1] Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
[2] Sean R Covey-the 7 habits of highly effective teens.

Mengetuk Pintu Yang Terbuka I (The Origin Of Capitalism)

Tulisan ini merupakan tulisan yang saya sampaikan dalam rapat konsolidasi komunitas MasyarakatGerilyawan Kota (MAGENTA) dimana saya tergabung didalamnya, dan saya berpikir mungkin akan berguna bagi rekan-rekan yang lain, karena dalam tulisan ini saya mendefinisikan kapitalisme dan hal-hal yang diperlukan untuk melawannya, karena tulisan yang terlalu panjang dan sulit bila dibaca dalam satu halaman maka tulisan ini akan saya bagi menjadi 2 bagian yang terintegrasi satu sama lainnya, semoga ini dapat menjadi suatu tambahan referensi bagi kita semua untuk tetap dalam barisan sadar dan menentang kapitalisme..akhir kata selamat membaca :-)



Mengetuk Pintu Yang terbuka
Kita Tidak Sendirian, Kita Satu Jalan
Tujuan Kita Satu Ibu : Pembebasan!!
Tujuan kita satu ibu-Widji Thukul[1]

Secara garis besar kapitalisme dapat kita artikan sebagai pengakuan hak-hak kepemilikan pribadi dan kebebasan kepemilikan mode produksi oleh sekelompok orang saja. Sehingga terbentuklah dua kelas masyarakat, yaitu borjuis (mereka yang memiliki modal) dan Ploretar (kelas pekerja, yaitu mereka yang tidak memiliki mode produksi)[2]. Bagi mereka yang tidak memiliki mode produksi maka tidak akan memiliki akses untuk berproduksi, sehingga untuk tetap melengkapi kebutuhan hidup mereka untuk dapat tetap bertahan hidup maka para kelas pekerja akan menawarkan diri mereka para borjuis untuk melakukan proses produksi dan dibayar untuk itu. Namun dengan kekuatan ekonominya para borjuasi cenderung melakukan eksploitasi terhadap para ploretar, melalui pembayaran hasil kerja yang sangat rendah dan tidak sesuai dengan apa yang telah dihasilkan oleh para ploretar. Para borjuasi akan berusaha semaksimal mungkin melakukan efisiensi agar mereka dapat mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya.

Sistem produksi seperti ini akan menyebabkan suatu ketidak adilan sosial, system ini akan membuat para borjuis mengejar egoistik kepentingannya dirinya sendiri,dimana mereka yang berkontribusi sangat sedikit dalam proses produksi namun mendapatkan lebih banyak dengan legitimasi bahwa mereka memiliki faktor prdoduksi.  Dan mereka yang telah membanting tulang dan memeras keringat untuk menghasilkan komoditas hanya mendapatkan pembagian sangat sedikit dari hasil kerja mereka, untuk memperjelasnya saya akan menggunakan contoh kasus dibawah ini:



·         Seorang buruh sawit di Pasaman, yang bekerja setiap hari dalam satu bulan hanya mendapatkan pembayaran yang sangat sedikit, mereka hidup dibawah garis kemiskinan dan seringkali berhutang pada akhir bulan untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka, sedangkan para pemilik kebun, hanya datang 1 kali satu bulan dan mereka mendapatkan pembayaran yang cukup untuk membeli sebuah mobil baru dalam waktu yang sama.[3]


Begitu memiriskan, mungkin itu kata yang akan kita lontarkan melihat bagaimana kapitalisme telah membuat manusia menindas manusia lainnya dengan menghilangkan moralitas dan mengganti nilai manusia sebagai makhluk organis menjadi makhluk yang mekanis, yang mebuat hubungan antar manusia tidak lagi menjadi hubungan sosial, melainkan hubungan fungsional[4], yang hanya berguna untuk kepentingan mereka. Sistem inilah yang menghasilkan plutocratic society yaitu masyarakat parasit yang kerjanya menghisap masyarakat lainnya demi mendapatkan untung yang sebesar-besarnya, dan menciptakan suatu jurang sosial dengan gaya hidup mereka yang mewah,sementara orang disekitar mereka untuk mencukupi kebutuhan makan mereka saja sulit.[5]

Karena itulah perlu bagi kita untuk melawan system ini agar tragedy kemanusiaan tidak terus berlanjut dan system produksi yang tidak adil dapat diakhiri. Sehingga kesejahteraan sosial dapat terdistribusikan dengan rata,dan dapat menciptakan suatu mode produksi yang adil dan tidak ekpolitatif lagi.Suatu system yang tidak mengasingkan hakikat bekerja sebagai suatu wadah ekspresi diri.

Namun akan muncul pertanyaan selanjutnya dibenak kita, bagaimana mungkin system yang begitu jahat ini dapat diterima sebagai suatu common sense yang berlaku tidak hanya dalam satu negara melainkan hampir diseluruh dunia ? bagaimana mungkin eksploitasi dianggap suatu hal yang lumrah dan tidak mendapat perlawanan?


Gramsci menyatakan bahwa untuk menjadikan suatu wacana menjadi common sense  dilakukan melalui instrument suprastruktur, contohnya adalah budaya dan ideolgi. Dimana wacana-wacana mode produksi kapitalisme diinjeksikan kedalam suprastruktur masyarakat melalui penguasaan pemikiran masyarakat sehingga mereka akan berpikir bahwa model produksi seperti ini adalah suatu hal yang logis dan memang mengintepretasikan suatu model yang ideal saat ini.[6]

Namun itu tidaklah cukup untuk membuat masyarakat menerima terus menerus system ini, karena lambat laun masyarakat akan sadar dan merasakan keterasingan mereka dari hakikat sosialnya. Untuk itu kapitalisme dipelihara dengan selimut kedamaian-kedamaian palsu, sehingga masyarakat teralienasi dan tidak menyadari keterasingan mereka dari realitas sosial dengan pembentukan post-realitas[7] dengan menanamkan nilai-nilai symbol sebagai suatu tolak ukur nilai sosial dengan mengkomodifikasi segala hal. Karena itulah masyarakat dibuat terasingkan dari dunia sosialnya dan menjadi konsumptif karena hubungan sosial bukan lagi interaksi manusia berdasarkan kesamaan minat dan perhatian melainkan berdasarkan komoditas-komoditas yang menjadi nilai symbol sosial saat itu (contohnya adalah bagaimana sebagian masyarakat kita saat ini sibuk membeli hal-hal yang dianggap kekinian, seperti HP Blackberry, Kendaraan terbaru serta fashion terbaru yang dianggap sebagai syarat diterima dalam suatu interaksi sosial). Masyarakat tidak lagi berpikir bagaimana caranya memperbaiki permasalahan sosial yang ada melainkan sibuk saling bersaing agar dapat membeli symbol-simbol sosial sehingga posisi tawar mereka dalam interaksi sosial dapat terus terangkat, dan ekspolitasi kapitalisme tidak lagi menjadi suatu permasalahan lagi.


[1] Thukul,Widji. Aku Ingin jadi Peluru. Indonesia Tera. 2000
[2]  Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[4] Ibid,hal 78
[5] Simon, Roger. Gramsci Political Thought, An Introduction. London:  Elec book..1999
[6] Ibid, 23
[7] Sebuah konsep yang dikemukakan Yasraf Amir Piliang, dalam bukunya Post-Realitas

Jumat, 15 April 2011

Balance of Threat dan Kebijakan Luar Negeri Amerika.

Neorealisme paradima
            Stephen M Walt dalam papernya yang berjudul International relation, One World Many Theories. Menyatakan konsep realism berkembang pada saat perang dingin . Realisme menjabarkan bahwa peritiwa internasional sebagai perjuangan untuk kekuatan diantara kepentingan-kepentingan Negara dan realism biasanya pesimis mengenai prospek pengurangan konflik dan perang. Karena itulah konsep realisme banyak dipakai dalam menganalisis perng dingin karena sangat cocok untuk menjelaskan mengenai perang, alliansi dan imperialis serta fenomena-fenomena internasional lainnya. Karena pada masa tersebut permasalahan yang umumnya merupakan permasalahan ancaman-ancaman kedaulatan dan okupasi dari Negara lain. Para pemikir realism seperti Hans Morgenthau dan Reinhold Nielbuhr percaya bahwa hubungan antar Negara mirip dengan hubungan antar manusia, memiliki hasrat untuk mendominasi yang lainnya yang menyebabkan mereka untuk saling berperang. 
            Sedangkan Neorealis yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz mengesampingkan hubungan sifat alami manusia dan lebih focus kepada efek dari system Internasional. Bagi Waltz Sistem Internasional terdiri dari kekuatan-kekuatan besar yang terus mencari untuk bertahan. Dan system internasional itu sendiri adalah system yang anarki dimana tidak ada satupun autoritas sentral yang dapat benar-benar melindungi suatu Negara dari Negara lainnya. Setiap Negara harus mampu melindungi dirinya sendiri. Neorealisme sebernya terbentuk akibat semakin kompleksnya perkembangan dunia dan membuta harus adanya perubahan dalam pemikiran realism. Neorealisme menitik beratkan kepada poitik Negara tersebut,bukan hanya kepada power. Neorelisme focus pada struktur yang membentuk hubungan Internasional
Robert Gilpin menyatakan bahwa saat suatu Negara mengalami ketidakpuasan dalam suatu system akan mendorong Negara tersebut meningkatkan pengaruhnya dalam Negara lain melalui ancaman, Koersi, Aliansi dan persebaran pengaruh. Karena itulah kerjasama baik itu dalam bentuk ekonomi, maupun aliansi perlu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dalam system Internasional.


Balance of threat
            Sthepen Walt menyatakan bahwa maksud dari kesungguhan memainkan peran besar dalam pemilihan aliansi…meskipun suatu negara mempunyai kapasitas yang sedang, dia boleh mengajak negara lain untuk balancing jika mereka merasa terancam. Walt mencontohkan saat menjelaskan kenapa koalisi yang mengalahkan Jerman pada saat perang dunia satu dan dunia menjadi lebih kuat daripada opponennya. Hal ini dikarenakan Jerman dan aliansinya merupakan suatu kekuatan yang kuat (menurut yang lebih lemah) dan membuat Negara-negara lain membuat suatu bentuk aliansi yang kuat untuk merespon ancamannya.


Imbalance Of Tread    Cause    Alliances Againts The Most Threaten Tread

Ketidak seimbangan ancaman terjadi ketika Negara atau koalisi yang paling mengancam lebih berbahaya secara signifikan dengan yang Negara atau koalisi yang kedua.Tingkat ancaman dari suatu Negara dengan lainnya adalah jumlah kekuatannya, kedekatan geografis, kemampuan menyerang, dan intense agresifitas.

Untuk memahami apa itu Balance of Threat dapat dilihat dengan ilustrasi sebagai berikut : Setelah runtuhnya Uni soviet, Amerika Serikat bertranformasi sebagai satu-satunya Negara super power yang ada di dunia. Dengan kekuatan militer dan ekonomi yang dimilikinya Amerika mampu mengadakan sebuah operasi militer dalam skala global terhadap suatu Negara, karena itulah Negara-negara yang lebih lemah membuat suatu bentuk aliansi untuk mencegah dominasi Amerika. Maka Balance of Threat Theori melihat variable terpenting bukanlah kekuatan Amerika namun lebih melihatnya sebagai suatu ancaman terhadap Negara lain.
            Tujuan dari suatu Negara masuk dalam suatu aliansi adalah untuk mencegah domimasi dari kekuatan yang lebih besar  dimana Negara akan bergabung untuk melindungi diri mereka sendiri dari egara-negara atau aliansi yang mempunyai sumber-sumber daya yang besar yang dapat menjadi ancaman bagi negaranya. Ada 2 alasan besar kenapa Negara mau bergabung dalam suatu aliansi :
  1. Akan sangat beresiko baggi kelangsungan suatu Negara jika ia gagal mengekang suatu potensi hegemoni sebelum ia menjadi kuat.
  2. Menjalin aliansi dengan Negara yang mudah diserang akan meningkatkan pengaruh kepada anggota baru. Karena mereka lebih membutuhkan bantuan
Karena itulah power bukanlah satunya-satunya factor yang membuat suatu Negara mau bergabung dalam suatu aliansi atau membentuk suatu aliansi. suatu Negara lebih mau bergabung untuk melawan suatu Negara yang berptensi mengancam dibandingkan suatu Negara yang mempunyai kekuatan besar.
Dan sumber-sumber ancaman itu sendiri dapat dibagi dalam beberapa bagian :
  • Agregat kekuatan : Hal ini dapat dilihat dari total sumber daya suatu Negara ( populasi, industry, kemampuan militer, kekuatan teknologi, dll)
  • Proximate Power (Kekutatan terdekat)  : Negara-negara juga akan beraliansi untuk merespon ancaman-ancaman dari Negara terdekat. Karena ancaman dari kekuatan terdekat jauh lebih berbahaya daripada  Negara yang secara geografikal letaknya lebih jauh. Sebagai contoh adalah Inggris akan memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan angkatan laut Jerman dibandingkan pergerakan perlawanan di Brazil.
  • Offensive power ( kekuatan menyerang) : Negara dengan kekuatan menyerang yang besar akan cenderung terlihat seperti memprovokasi sebuah aliansi daripada Negara-negara yang mempunyai kekuatan militer yang lemah dan hanya mempunyai kemampuan untuk bertahan. Ancaman seperti ini akan membuat suatu Negara beraliansi untuk menyeimbangkannnya. Contohnya : saat Inggris menganggap Kekuatan Laut Jerman sebagai suatu ancaman. Maka Inggris akan menggandakan kekuatan militernya ketika bergabung dengan dengan Perancis dan Rusia
  • Offensive intention ( Intensitas penyerangan) : Negara yang memunculkan keagresifitasan akan memprovokasi suatu Negara untuk melakukan aliansi. Seperti pada saat Nazi Jerman berkuasa. Nazi memprovokasi banyak aliansi untuk melawan dirinya karena kombinasi antara kekuatan besar yang dimilikinya dengan ambisi yang extrim


Balance of Threat dan Kebijakan Luar Negeri Amerika.
            Kita melihat bagaimana pada masa era Bush Amerika sangat menekankan isu-isu keamanan dalam kebijakan luar negerinya,mungkin ini juga dipengaruhi oleh isu-isu hangat saat itu memang berhubungan dengan permasalahan keamanan, seperti serangan terhadap WTC pada tanggal 11 September 2001, dan aksi-aksi terror yang mengancam Amerika. Hal ini membuat kajian kebijakan luar negeri Amerika berkisar mengenai invansi-invansi yang dilakukan Amerika kepada Negara lain,seperti Irak dan Afghanistan, dan pendekatan-pendekatan Realis seringkali digunakan untuk itu.
            Amerika, sebagai satu-satunya hegemoni dan Negara superpower yang tersisa saat ini setelah keruntuhan Uni Soviet mempunyai suatu kebijakan Preventive Attack untuk urusan securitynya yaitu menyerang Negara yang dianggap sebagai suatu ancaman sebelum ancaman tersebut berkembang lebih luas. Alasan itulah yang digunakan Amerika untuk memberangus Irak dan Afghanistan, dimana Saddam Hussein di Irak diklaim mempunyai senjata pemusnah masal yang dianggap Amerika dapat digunakan kedaerahnya dan gerakan-gerakan terror yang dilakukan Osama Bin Laden di Afghanistan akan mengganggu stabilitas di Amerika.
            Namun bukan itulah yang menarik perhatian saya kali ini, saya justru tertarik membahas kenapa setiap penyerangan yang dilakukan oleh amerika selalu disertai oleh Nato seperti yang terjadi di Afghanistan, Irak dan kebijakan-kebijakan Amerika dalam bidang keamanan. Fidel Castro bahkan sampai mengeluarkan statement bahwa amerika akan menginstruksikan NATO untuk menyerang Libya.
            Hal ini membukitkan bahwa Amerika meskipun merupakan Negara dengan kekuatan militer yang beasar dan yang terdepan dalam hal pengembangan teknologi perang, ternyata tidak melakukan serangan langsung dengan menggunakan kekuatan Negara mereka sendiri dan menjalankan preventive attack itu sendirian, melainkan mengajak NATO ikut serta dalam perang yang dilakukannnya. Mungkin wacana bahwa suatu ancaman bagi salah satu anggota NATO merupakan ancaman bagi semua anggota NATO dipergunakan dengan baik oleh Amerika, karena itulah semua ancaman yang terjadi di Amerika akan menjadi ancaman bagi semua Negara yang ikut serta dalam Nato ditambah lagi dengan kekuatan dan hegemoni Amerika dalam forum pertahanan terkuat didunia itu membuat Amerika gampang saja membuat wacana bahwa hal tersebut adalah ancaman juga bagi Negara-negara NATO
Kita dapat melihat bagaimana Negara-negara yang terlibat dalam NATO mengamini begitu saja semua perbuatan yang dilakukan Amerika.Bahkan seharusnya NATO melakukan suatu jajak pendapat internal dahulu apakan mereka akan melkukan serangan juga tersebut.
Karena itulah konsep balance of Threat dijadikan pembenaran yang dilakukan Amerika untuk menginstruksikan NATO agar bergabung dalam perang dan invansi-invansi yang dilakukannya, dengan ini akan mendapatkan bantuan kekuatan yang cukup besar sehingga dapat menghemat biaya perang,meminimalisir jumlah korban dari pihak Amerika serta tidak akan terlalu dipojokkan oleh dunia,karena bukan hanya Amerika yang terlibat dalam perang tersebut.





Daftar Pustaka
  1. Keil L Shimko. International relation : Perspective and Controversies
  2. Samuel Walt, Alliance Formation and the Balance of World Power
  3. http://www.rimanews.com/read/20110224/17857/fidel-castro-amerika-perintahkan-nato-serang-libya diaakses pada tanggal 8 maret 2011 pada jam 11.40
  4. Stephen Walt, Origin of Alliance. Copyright 1987 by Cornell University
  5. Stephen Walt. International relation : One World, Many Theories



Zapatista Sebagai Counter hegemoni Terhadap Neoliberalisme Global


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika melihat dari system internasional saat ini, maka kita dapat melihat bahwa kapitalisme telah menjadi system global yang dipakai oleh hubungan antar Negara dalam bidang ekonomi. Dimana Negara tidak lagi diperbolehkan melakukan pengontrolan terhadap pasar.
Pasar akan melakukan regulasinya sendiri dan kebebasan berproduksi merupakan suatu hal yang coba diwacanakan Negara-negara besar kepada Negara-negara berkembang, menciptakan suatu regulasi dibawah aturan-aturan dari hokum yang demokratis. Dimana diharapkan Negara membuka pintu perdagangannya dengan Negara lain dengan dalih Free Market. Karena itulah dibentuk institusi-institusi global untuk menghegemonikan nilai-nilai liberal agar diterima oleh seluruh Negara-negara didunia, sehingga kapitalisme bisa menjadi suatu common sense bagi masyarakat dunia.
Para ahli-ahli yang merupakan perpanjangan dari apparatus hegemony neoliberal mengkalim superoritas dari mekanisme pasar dan kompetisinya merupakan suatu proses dalam pembangunan kapitalisme telah menjadi sebuah acuan dalam jalur organisasi sosial dan ekonomi diseluruh dunia, hal ini juga menyebabkan keterbatasan pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu seseorang, terutama mengenai hak-hak kepemilikan, privatisasi BUMN dan bentuk-bentuk liberalisasi yang sebelumnya diatur ketat oleh Negara sekarang mendapatkan tantangan yang begitu besar dari Negara-negara diseluruh dunia[1].
Namun dalam perkembangannya, transnasionalisasi Neoliberalisme menjadi penyebab ketidak adilan yang terjadi dimuka bumi ini, pelarangan Negara untuk ikut campur mengendalikan pasar menyebabkan semakin meningkatnya kemiskinan, terutama dinegara-negara phery-phery dan semi phery-phery, karena semua model produksi yang ada dikuasai oleh pihak-pihak swasta, baik itu  dari dalam negeri maupun dari Perusahaan Transnasional (TNC). Hal ini membuat masyarakat tidak lagi memiliki suatu pilihan dalam berproduksi sehingga mau tidak mau harus menjual diri mereka sendiri kepada mereka yang mempunyai alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. [2]
Ketidakadilan ekonomi secara global ini diperparah dengan ketidakmampuan Negara untuk mengatasi permasalahan tersebut, Negara-negara dibuat tidak berdaya dengan berbagai macam perjanjian-perjanjian Internasional yang merugikan masyarakat dan perekonomian mereka, selain itu ketidak berdayaan pemerintah diperparah dengan syarat-syarat yang harus mereka penuhi jika ingin mendapatkan pinjaman dari donator Internasional seperti World Bank dan IMF.
Karena itulah masyarakat-masyarakat dunia yang telah jenuh akan hal tersebut memutuskan untuk bangkit melawan dan memutuskan untuk mengakiri ketidakadilan internasional dengan cara sebuah gerakan sosial yang memang berasal dari akar rumput, karena mereka berpikir Negara saat ini hanyalah sebuah agent dari perpanjangan hegemoni capitalism global. Dan Institusi-Institusi keuangan Internasional merupakan suatu alat bagi Negara-negara rulling class untuk memperluas hegemoni mereka terhadap Negara-negara yang merupakan minoritas sehingga Negara-negara rulling class dapat menguasai system internasional yang anarki ini.
Salah satu bentuk Counter Hegemoni itu adalah Zapatista, sebuah gerakan sosial masyarakat yang berpusat di Ciapas, Mexico. Zapatista lahir akibat implementasi dari NAFTA, yaitu suatu perjanjian multilateral yang dilakukan pemerintahan Mexico dengan Negara Amerika Utara lainnya, yang mana dalam implementasi NAFTA dianggap oleh Zapatista sebagai bentuk imperialisme baru oleh Negara dominan untuk mengusai Mexico secara ekonomi, dan hal ini menyebabkan banyak petani-petani di Ciapas kehilangan tanah garapan mereka karena proses privatisasi oleh pemerintahan Mexico.
Gerakan yang dilakukan oleh Zapatista di Mexico telah menjadi suatu model perlawanan rakyat yang non-govermental terhadap terhadap capitalism global pada saat ini. Zapatista tidak hanya berjuang dalam cakupan nasional, yaitu mode produksi mereka yaitu tanah dan ladang. Namun lebih dari itu Zapatista juga mengumumkan perang terhadap capitlaisme global, dan terus melakukan agitasi-agitasi mereka agar masyarakat sadar dengan ketidakadilan yang terjadi dalam system internasional saat ini dan bangkit untuk melawan hal tersebut.


1.2 Landasan Teori
1. Kapitalisme
Kapitalisme adalah system social dan ekonomi yang mengakui kepemilikan hak-hak individu, termasuk hak milik dan kekayaan[3]. Secara ekonomi, system ekonomi kapitalis alat-alat produksi dimiliki oleh individu dan dioperasikan untuk mencapai keuntungan pribadi dari pemilik factor produksi tersebut.  Dimana keputusan mengenai penawaran, permintaan, harga,distribusi dan investasi ditentukan oleh pelaku swasta (pasar) daripada perencanaan pusat oleh pemerintah. Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal dan pelaku investasi. Dalam system ekonomi ini fungsi pemerintah hanyalah sebagai penjaga atau pengaman para pemilik modal untuk dapat terus berproduksi. Negara tidak berhak mengintervensi pasar dan bahkan gaji para pekerja yang ada ditetapkan oleh masing-masing perusahaan tempat mereka bekerja dan pemerintah tidak berhak mengintervensinya.  Dari segi proses, kapitalisme adalah system ekonomi yang hanya mengakui satu hukum yaitu hukum tawar menawar dipasar, atau bisa disebut juga kapitalisme adalah suatu system ekonomi yang bebas dari berbagai halangan, baik itu dari raja maupun dari penguasa lainnya (orang boleh membeli dan menjual barang dipasar manapun) dan bebas dari pembatasan-pembatasan produksi orang boleh membuat atau memproduksi barang apapun), bebas dari pembatasan tenaga kerja (bebas mencari pekerja dimanapun, ia tidak terikat pada suatu desa atau tempat). Dalam kapitalisme yang menentukan semuanya hanyalah semata-mata keuntungan yang lebih besar[4].
Marx beranggapan bahwa dasar yang menyebabkan ketimpangan social masyarakat adalah adanya hak kepemilikan pribadi. Asumsi Marx didasrkan pada pandangannya terhadap kapitalisme yang menyebabkan terkotaknya masyrakat menjadi dua kelompok besar yaitu Borjuis dan Ploretar. Dimana Kaum Borjuis adalah kaum yang memiliki modal dan menguasai factor-faktor produksi yang ada, dan kaum Ploretarian adalah kaum buruh yaitu mereka yang tidak mempunyai akses kepada factor produksi dan hanya menggantungkan diri pada pemilik modal untuk dapat mendapatkan hasil produksi (untuk melanjutkan hidupnya). Marx juga mengkritik kapitalisme karena utama dari system ekonomi tersebut hanyalah uang. Karena semakin banyak uang yang mereka peroleh maka semakin besar juga kedudukan mereka di pasar,dan sebaliknya. Karena itulah menganggap kapitalisme sebagai suatu yang egoistic,mementingkan untuk memperoleh keuntungan sendiri, sebagai nilai tertinggi.
Karena itulah kapitalisme akan menciptakan suatu kondisi yang cukup ketat dan bahkan menjadi liar, karena tidak adanya suatu mekanisme untuk melindungi mereka yang mempunyai modal kecil akan menciptakan suatu hokum tunggal dalam pasar, yaitu hukum rimba, dimana hanya yang kuatlah yang akan bertahan dan yang lemah akan dimakan oleh yang kuat. Hal ini tentu membuat orang akan berusaha untuk menurunkan biaya produksinya, agar mereka dapat menjual barang yang lebih murah dan menguasai pasar, sehingga mereka akan medapatkan untung yang sebanyak-banyaknya.
Prinsip efisiensi inilah yang membuat sistem kapitalisme melakukan eksploitasi terhadap para pekerja. Marx menyebut eksploitasi ini sebagai teori nilai lebih, yaitu satu-satunya cara bagi para pemilik modal untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya adalah dengan meminimalisir factor produksi, dimana factor produksi itu adalah mesin, bahan baku, dan tenaga kerja. Mesin dan bahan baku adalah suatu factor produksi yang konstan, yaitu factor produksi yang tidak dapat diminimalisir harganya, sedangkan tenaga kerja adalah factor produksi yang bisa diminimalisir harganya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari analogi berikut ini :
“ Untuk membuat pakaian dibutuhkan factor produksi adalah mesin jahit, kain dan tenaga kerja untuk menjahitnya. Dan jika harga mesin jahit adalah 100 dan harga kain adalah 10 dan us dibayarkan kepada pekerja agar dia dapat hidup layak adalah 50, , maka pemilik modal seharusnya membayar sebanyak harga yang disebutkan diatas untuk memproduksi sebuah baju adalah 160. Namun dikarenakan pemilik modal ingin mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, maka pemilik modal akan berusaha untuk meminimalisir modalnya dalam berproduksi, jika kita lihat dari factor produksi diatas maka kita akan mendapati bahwa harga mesin dan harga bahan baku tidak dapat diminimalisir sama sekali, karena jika dikurangi maka proses produksi tidak akan berjalan ( pemilik modal tidak akan dapat memiliki mesin jahit bila tidak mengeluarkan uang 100 untuk membeli mesin jahit tersebut atau pemilik modal tidak akan mendapatkan cukup bahan untuk membuat pakaian pakaian bila tidak mengeluarkan uang 10), karena itulah satu-satunya cara agar pemilik modal mendapatkan keuntungan adalah dengan mengurangi upah buruh kerjanya. Bila uang yang mesti dikeluarkan adalah 50 agar buruh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (seperti makan yang layak, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak, dan tabungan masa depan), pemilik modal hanya akan membayarkan biaya yang dibutuhkan buruh untuk dapat memperbarui tenaganya agar dapat tetap bekerja (jika untuk makan buruh membutuhkan biaya 10, pemilik modal hanya akan membayar buruh tersebut dengan upah 10, sehingga iya dapat menjadikan 40 sisanya sebagai keuntungannya)”. [5]
Hal inilah yang dikatakan Marx bahwa para kapitalis akan berusaha berekspansi keluar dari Negara asal mereka, mereka akan berusaha mencari tempat yang paling murah untuk berproduksi. Karena itulah mereka akan menempatkan pabrik-pabrik mereka dinegara-negara terbelakang, dengan asumsi bahwa dinegara terbelakang taraf hidup rakyatnya masih tergolong rendah dan menghadapi masalah kemiskinan karena tidak ketidak mampuan pemerintahan menyediakan jaminan sosial, sehingga mereka akan mendapatkan tenaga kerja dengan bayaran murah.[6]

2. Teori Hegemoni
Grasmci menyatakan bahwa hegemoni bukanlah suatu pencapaian kepada kekuasaan dengan cara-cara anarkis dan represif melalui instrument-instrumen hukum dan aparat-aparat, namun hegemoni adalah kemampuan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok lain, sehingga kelompok tersebut akan memberikan dukungan serta partisipasinya. Dan dengan jalan inilah kekuasaan dapat dicapai dan dipertahankan. [7]
Hegemoni menurut Gramsci, tidak hanya berlandaskan dari struktur yang ada yaitu factor-faktor kepemilikan mode produksi, Hegemoni ditransformasikan kedalam tataran superstruktur ( ideology, politik , budaya, dan sebagainya). Dimana para kelas dominan yang disebut Gramsci sebagai rulling class akan mentransformasikan ide-ide mereka dilevel civil society agar diterima sebagai suatu nilai bersama yang seakan-akan memang merupakan refleksi dari terakomodirnya kepentingan semua subordinat yang ada, sehingga mereka akan berpartisipasi dalam rencana-rencana para rulling class yang secara tidak langsung akan menempatkan rulling class kepada kekuasaan tertinggi masyarakat. Gramsci membagi kelas masyarakat menjadi dua, yaitu rulling class dan ruled class . Rulling class secara garis besarnya dapat dikatakan sebagai kelas yang memiliki kekuatan dan ingin memperoleh kekuasaan didalam tatanan masyarakat, jika kita melihat dari susut pandang Marxis dapat kita lihat jelaskan bahwa kekuataan dari para rulling class adalah kekuatan dalam factor ekonomi, Marx menyebutnya sebagai kaum borjuis, yaitu mereka yang mempunyai faktor-faktor produksi.

Sedangkan rulled class dapat kita artikan adalah kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi karena mereka tidak mempunyai akses terhadap mode-mode prduksi yang ada, atau sering disebut sebagai ploretar. Mereka adalah para pekerja yang merupakan bagian terpenting dari proses produksi kapitalisme. Gramsci sering juga menyebut klasisifikasi kelas ini sebagai subordinate class , contohnya adalah ; para buruh pabrik dan buruh tani.
Negara atau State adalah sebuah alat institusi sosial masyarakat terbesar yang muncul atas kesadaran mereka sendiri dan bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan sosial yang stabil dan teratur. Hegel menyatakan bahwa Negara merupakan organisasi kesusilaan yang mencul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal. Negara memiliki wewenang untuk mengatur masyarakat.
Civil Society merupakan level terendah dari organisasi masyarakat, dalam artian tidak ada suatu kekuasaan baku yang dapat mengatur interaksi masyarakat didalam level society. Dilevel ini lah terciptanya budaya, ideology dan pendidikan.
Historical bloc dapat kita artikan sebagai usaha para kaum dominan ( rulling class ) untuk menghegomoni kaum minoritas ( rulled class ) agar mereka memperoleh kekuasaan dan mengendalikan para kaum minoritas untuk kepentingan mereka, yang bila kita lihat dari kacamata Marxis kepentingan itu adalah bagaimana mereka dapat terus mengeksploitasi kaum minoritas dalam proses produksi kapitalisme mereka, sehingga mereka terus mendapatkan keuntungan dari akumulasi nilai tersebut karena pda saat subordinate menerima logika mode produksi kapitalisme maka krisis-krisis yang terjadi dapat dihindari.
Untuk itulah Gramsci  menyatakan perlunya sebuah hegemoni, dan para rulling class akan menggunakan instrument-instrumen masyarkat yang ada, yaitu instrument Negara serta masyarakat sipil. Melalui instrument Negara rulling class akan menggunkan Negara untuk meneruskan ideology kapitalisme kedalam sebuah system masyarakat yang legal, melalui instrument inilah akan dihasilkan aturan hukum dan kebijakan-kebijakan baik itu public maupun luar negeri untuk membuat kapitalisme menjadi ideology yang common sense dalam system ekonomi dan cara berproduksi. Inilah intrusmen yang disebut Louis Althusser sebagai ideological state apparatus [8]
Sedang kan penggunaan instrument civil society para rulling class akan melakukan transformasi ideology atau apa yang disebut Gramsci sebagai transformasimo, yaitu mereka akan mencoba menanamkan nilai-nilai serta ideology kapitalisme sebagai suatu ideology organic ( ideology yang secara historis diperlukan dan memiliki keabsahan psikologis). Dimana ideology ini akan direduksi menjadi sebagai sebuah system ide yang termanifestasikan dalam tatanan masyarakat.[9]
Jika ideology ini telah menjadi suatu manifestasi dalam masyarakat, maka akan terciptalah suatu kesadaran kolektif di level rulled class, bahwa ideology dominan itu memang merupakan suatu nilai yang ideal dan biasa sehingga kita harus menerimanya, dan hal yang disebut kepura-puraan gaya kapitalisme, dimana ideology seakan-akan juga mengakomodir kepentingan-kepentingan subordinan namun mengandung suatu penyelundupan ideology yang terselubung , yang seakan-akan dipermukaan terlihat baik, namun pada intinya tetaplah memesinkan manusia. Dan manusia lagi-lagi hanya akan menjadi alat produksi kepentingan kapitalisme. Dilevel inilah Gramsci menyatakan adanya persetujuan (consent), intrumen state hanya akan melahirkan dominasi yang bersifat pemaksaan dan represif, sedangkan melalui level civil society dibangun dominasi melalui “kepemimpinan intelektual dan moral”. Sehingga dominasi tercapai bukan karena paksaan koersif namun merupakan perstujuan dari pihak lain. Hegemoni ini ditranformasikan melalui apparatus transmisi yang berasal dari luar lingkungan pemerintahan atau sering disebut swasta, seperti LSM, media masa, institusi keuangan, sekolah, daan sebagainya.[10]

1. 3 Konsep
1. Counter Hegemoni
Ketika hegemoni telah menjadi sedemikian parah dilakukan oleh suatu rezim, harus dilakukan aktivitas untuk meng-counter hegemoni dari kelompok yang berkuasa. Sebab inilah jalan untuk melakukan perjuangan pembebasan rakyat. Counter hegemoni dapat dikatakan sebagai suatu tandingan wacana bagi ideology dominan untuk melakukan perlawanan sebagai upaya pembebasan masyarakat. Gramsci melihat bahwa faktor kesadaran (suprastruktur) merupakan faktor dominan dalam pembentukan kesadaran masyarakat.[11] 
Ada dua cara yang ditawarkan oleh Gramsci untuk melakukan counter hegeomoni dan mengakiri dominasi rulling class , yaitu :
1.      War of Monovere (Movement) : adalah sebuah gerakan counter hegemoni yang dilakukan dengan mengambil alih langsung negara yang merupakan struktur tertinggi dari tatanan masyarakat. Dengan pengambilan langsung Negara, maka pihak yang mengambil alih akan merubah hegemoni yang ada melalui struktur Negara dan menggunakan instrument-instrumen Negara untuk mengakhiri dominasi. Contoh : pembuatan kebijakan-kebijakan baru yang lebih mengakomodir minoritas dan pembentukan aturan serta hukum  yang membatasi gerak kaum dominan. Counter hegemoni ini pernah terjadi pada masa revolusi Bolshevik oleh Lennin pada tahun 1917 dan menjadi awal berdirinya Negara dengan paham komunisme terbesar dalam sejarah, yaitu Uni Soviet.
2.      War of Position ( Passive Revolution ) : Adalah counter hegemoni yang dilakukan dengan instrument masyarakat sipil. Counter hegeomoni dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat agar terbentuk kesadaran mereka untuk melakukan suatu perubahan, sehingga terciptalah sebuah historical blok yang baru dengan wacana dominan yang baru juga.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Siapa Zapatista Sebenarnya ?
It is not only by shooting bullets in the battlefields that tyranny
is overthrown, but also by hurling ideas of redemption, words
of freedom and terrible anathemas against the hangmen that
people bring down dictators and empires …”
– Emiliano Zapata, Mexican revolutionary, 1914[12]

Tentara Pembebasan Nasional Zapatista adalah sebuah kelompok bersenjata yang ada di daerah Chiapas, Mexico. Basis anggota mereka sebagian besar adalah masyarakat adat, tapi mereka juga mempunyai pendukung dari wilayah perkotaan seperti halnya dukungan jaringan internasional. Juru bicara mereka, tapi secara teknis bukanlah pemimpin mereka yang menyebut dirinya dengan sub-comandante, adalah Subcomandante Marcos.
EZLN dibentuk pada 17 November 1983 oleh mantan anggota beberapa kelompok, baik yang berorientasi kekerasan maupun pasifis. Mereka mulai dikenal masyarakat nasional maupun internasional pada 11 Januari 1994, pada hari yang sama NAFTA (North American Free Trade Agreement) antara Meksiko, Amerika Serikat dan Kanada mulai beroperasi sebagai cara untuk menyatakan kehadiran masyarakat adat di tengah dunia yang mulai mengglobalisasi.
Para pejuang masyarakat adat, di antaranya merakit senapan palsu yang terbuat dari kayu, menguasai lima munisipal di Chiapas, menyatakan secara resmi perang melawan Pemerintahan Meksiko, dan menyatakan rencana mereka untuk melakukan pawai menujuMexico City, ibu kota Meksiko, baik untuk mengalahkan tentara Meksiko ataupun membiarkannya untuk menyerah dan memberlakukan pajak perang pada kota-kota yang mereka kuasai sepanjang perjalanan mereka.
Hal yang tidak biasanya ditemukan pada organisasi revolusioner, dalam dokumen yang diterbitkan EZLN (dalam Bahasa Spanyol) sebelum pemberontakan menyatakan hak rakyat untuk menyerang balik setiap tindakan tidak adil yang dilakukan EZLN. Mereka juga menyatakan hak rakyat untuk:
"menuntut agar angkatan bersenjata revolusioner untuk tidak mencampuri urusan sipil atau disposisi ibu kota yang berhubungan dengan agrikultur, usaha, finansial, dan industri, sebagaimana hal tersebut merupakan ranah eksklusif otoritas sipil yang dipilih secara bebas dan demokratis." Dan mengatakan bahwa rakyat harus "mendapatkan dan memiliki senjata untuk melindungi diri sendiri, keluarga dan hak milik mereka menurut hukum disposisi ibu kota mengenai pertanian, usaha komersial, finansial, dan industri dari serangan bersenjata yang dilakukan oleh angkatan bersenjata revolusioner maupun oleh angkatan bersenjata pemerintah."
Setelah beberapa hari pertempuran lokal di hutan, Presiden Carlos Salinas de Gortari di tahun terakhirnya memegang pemerintahan kemudian menawarkan sebuah perjanjian gencatan senjata dan membuka dialog dengan para pemberontak dengan juru bicara resminya Subcomandante Marcos. Setelah dua belas hari, pertempuran berhenti.
Dialog antara Zapatista dan pemerintah diperpanjang lebih dari satu periode (tiga tahun) dan berakhir dengan San AndrĂ©s Accords, yang berisi perubahan konstitusi nasional yang bertujuan untuk memberikan hak istimewa, termasuk otonomi, kepada masyarakat adat. Sebuah komisi yang terdiri dari deputi dari partai politik bernama COCOPA perjsnjisn tersebut sedikit dirubah seuai dengan EZLN. Presiden Meksiko yang baru, Ernesto Zedillo, bagaimanapun, mengatakan bahwa kongres harus memutuskan apakah menyetujui perjanjian tersebut atau tidak. Mengklaim telah adanya ingkar janji di meja negosiasi, EZLN kembali ke hutan sementara Zedillo meningkatkan kehadiran militer di Chiapas untuk
mencegah berkembangnya zona pengaruh EZLN. Gencatan senjata tidak resmi yang berbarengan dengan senyapnya aktivitas EZLN berlangsung selama tiga tahun selanjutnya, dan merupakan yang terakhir pada masa Zedillo.


2.2 Zapatista, Dari Perlawanan Tradisional Menuju Gerakan Sosial Global

To the People of Mexico,
We, the men and women, full and free, are conscious that the war that we have declared is our last resort, but also a just one. The dictators are applying an undeclared genocidal war against our
people for many years. Therefore we ask for your participation, your decision to support this plan that struggles for work, land, housing, food, health care, education, independence, freedom, democracy, justice and peace. We declare that we will not stop fighting until the basic demands of our people have been met by forming a government of our country that is free and democratic.
join the insurgent forces of the zapatista national liberation army.[13]

Pernyataan  diatas merupakan bagian dari bagian deklarasi pertama Lacandon Jungle yang mengajak rakyat mexico bersatu membantu mereka dalam menhancurkan tirani yang saat itu mengukung Mexico melalui pemerintahan yang represif dan tidak mengakomodir kepentingan-kepentingan subordinate yang ada disana, yaitu petani-petani tradisional Mexico. Perlawanan Zapatista menjadi suatu perlawanan global diakibatkan karena situasi yang terjadi di Mexico kurang lebih sama dengan yang terjadi dinegara-negara latin saat itu. Negara-negara perhy-phery hanya menjadi target hegemoni dari Negara maju untuk mengkooptasi Negara tersebut kepentingan mereka. Negara yang diharapkan menjadi apparatus yang melindungi kepentingan rakyat ternyata lebih merepresentasikan sebagai apparatus perpanjangan ideology dominan saat itu, yaitu kapitalisme. Perjanjian-perjanjian yang dilakukanpun tidak mengakomodir rakyat di Negara tersebut. Sehingga dalam implementasinya yang berupa investasi oleh suatu, privatisasi lahan dan outsourcing membuat masyarakat di Ciapas terasing dari faktor produksi yang telah mereka miliki selama turun temurun. Gerakan Zapatista seakan menjadi inspirasi bagi mereka yang merasakan keadaan yang sama diberbagai belahan dunia.
Zapatistapun tidak hanya melakukan perlawanan bersenjata terhadap hal tersebut, namun mereka juga melakukan agitasi-agitasi melalui media-media yang ada. Publik relation merupakan senjata utama dalam perjuangan Zapatista, tidak bisa dibantah lagi kalau juru bicara mereka Subcomadante Marcos adalah seorang yang sangat ahli dalam agitasi dengan penggunaan media public yang ada, melalui media, jurnal dan bahkan internet, Zapatista menyebarkan ide-ide mereka, Zapatista menggunakan satir-satir sastra sehingga cerita-crita perlawanan mereka lebih seperti sebuah cerita heroik minoritas yang mencoba mendobrak supremasi yang reprsesif disekitar mereka. Arjun Appadurai menyatakan bahwa media-media elektronik dalam dunia global saat ini telah membuat semuanya menjadi mungkin, karena dalam kondisi bacaan yang kolektif, kritkan serta pandangan yang sama tentang sebuah masalah, informasi dari sebuah gerakan membuat kelompok lainnya mulai membayangakan dan merasakan hal tersebut bersama-sama. [14] Zapatista diterima sebagai suatu gerakan perlawanan diseluruh dunia dan bahka menginspirasi kelompok-kelompok lainnya juga dikarenakan mereka menggunakan cara-cara perlawanan yang popular. Mereka menggambarkan pergerakan mereka sebagai suatu sisi patriotism yang romantic dibandingkan sesuatu yang kejam. Kata-kata heroik dan sifat Marcos yang begitu satir dengan menyembunyikan identitas aslinya menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi Zapatista, hal ini membangkitkan kembali memori mereka kepada Che Guevara, seorang pejuang sosialis Kuba, yang melepaskan posisinya sebagai mentri pertanian Kuba demi membantu gerakan perlawanan rakyat di Bolivia.
Zapatista telah membangkitkan harapan perlawanan terhadap rezim yang berkuasa, mereka menjadi inspirasi gerakan-gerakan popular yang ada saat ini, Rage Againts The Machine sebuah band Hip metal terkenal Amerika bahkan menyisihkan sebagian keuntungan mereka untuk disumbangkankan kepada Zapatista, bahkan band punk Anti Flag membuat suatu lagu khusus yang memang didedikasikan kepada para pejuang di Ciapas itu (lagu itu berjudul Zapatista Don’t Give Up).
Semenjak tanggal 23 Juli hingga 3 agustus 1996, lebih dari 5000 orang dari 42 negara yang berbeda berpartisipasi dalam the First Intercontinental Encuentro forHumanity and Against Neoliberalism held in Zapatista territory in rebellion. Banyak Grup kemanusiaan berkunjung ke Ciapas untuk melakukan dokumentsi gerakan Zapatista dan banyak juga kelompok-kelompok pembuat film menjadikan Zapatista sebagai inspirasi film mereka. Hal ini juga dipergunakan Zapatista untuk meneruskan kampanye mereka untuk menentang kapitalisme Global dan mewacanakan suatu tatanan dunia tanpa ada dominasi dari siapapun.



2. 3 Memetik Pelajaran Dari gerakan Zpatista

Dari uraian diatas dapat kita ambil beberapa nilai penting, yaitu :
  1. Penyebaran nilai keadilan : dimana Zapatista berusaha menyampaikan pesan mengenai suatu tataran dunia yang lebih adil, dimana tidak ada lagi yang dieksploitasi dan tereksploitasi
  2. Penyebaran nilai-nilai Egalitarian :Zapatista melalui cara-cara pergerakannya mencoba menyampaikan pesan bahwa nilai-nilai egalitarian merupakan nilai terpenting untuk meciptakan masyarakat yang adil, hal ini dapat kita lihat bahwa Zapatista tidak pernah mengambil alih atau menguasai daerah-daerah yang didudukinya dari pemerintahan Mexico, Zapatista lebih memilih untuk kembai kerimbunnya hutan di Ciapas dan menyerahkan daerah tersebut kepada penduduk local, sehingga mereka dapat mengaturnya secara kolektif.
  3. Penyebaran nilai perjuangan : dari pergerakan Zapatista dapat kita ambil suatu pelajaran berharga, yaitu jangan pernah menjadi konformis dan tunduk pada dominasi apapun terhadap kita. Zapatista dengan segala keterbatasannya baik itu keterbatasan tokoh intelektual (karena sebagian besar merupakan masyarakat adat) keterbatasan sumber daya, tantangan geografis ( tidak mudah bagi manusia perkotaan untuk menetap dihutan yang masih rimbun dan liar) dan keterbatasan persenjataan serta keterbatasan akses terhadap informasi (karena daerah hutan minim pasokan listrik dan tidak ada konksi internet).
  4. Pentingnya Agitasi bagi sebuah pergerakan : bisa kita katakana keberhasilan Zapatista sebagian besarnya bukanlah dari perjuangan mereka mengangkat senjata, namun merupakan perjuangan agitasi-agitasi mereka dalam menyebarkan ide-ide perjuangan mereka melalui media-media public. Sehingga mereka dapat menggalang simpati masyarakat dunia dan bahkan menjadi seuatu pemicu bagi gerakan-gerakan perlawan terhadap kapitalisme gobal.

 My Real Kamerad, Is My People
-Subcomadante Marcos-

BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Jika melihat dari system internasional saat ini, maka kita dapat melihat bahwa kapitalisme telah menjadi system global yang dipakai oleh hubungan antar Negara dalam bidang ekonomi. Dimana Negara tidak lagi diperbolehkan melakukan pengontrolan terhadap pasar. Agar tidak mucul perlawanan terhadap system ini maka dibuatlah sebuah hegemoni yang ditransformasikan ketataran level civil society, agar mereka menerima dan menyetujui nilai-nilai kapitalisme sebagai common sense.
Ketika hegemoni telah menjadi sedemikian parah dilakukan oleh suatu rezim, harus dilakukan aktivitas untuk meng-counter hegemoni dari kelompok yang berkuasa. Sebab inilah jalan untuk melakukan perjuangan pembebasan rakyat. Counter hegemoni dapat dikatakan sebagai suatu tandingan wacana bagi ideology dominan untuk melakukan perlawanan sebagai upaya pembebasan masyarakat. Zapatista adalah salah satu bentuk upaya counter hegemoni yang dilakukan masyarakat Mexico di Ciapas untuk menentang dominasi nilai-nilai kapitalisme yang coba ditansformasikan Negara-negara core melalui perjanjian pasar bebas (dalam kasus ini perjanjian tersebut adalah NAFTA). Zapatista menggunakan media-media popular seperti pers, internet dan film sebagai sarana agitasi mereka untuk membentuk opini public agar bangkit menentang kapitalisme global. Dan tulisan ini akan saya akhiri dengan kutipan dari feminis anarkis yang begitu menginspirasi saya. “If I can not dance on it, that’s not my revolution” (Emma Goldman)










Daftar Pustaka


  • Plhwe, dieter, Berhand Walpen and Gisela Neunhoffer. Neoliberal Hegemony  : A Global Critique. New York : Routledge, 2006
  • Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
  • http://www.capitalism.org/faq/capitalism.htm
  • Luxembur, Rosa.  The Accumulation Of Capital. New York  : Routledge, 2003
  • Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
  • Jameson, Fredric. Routledge Critical Thinker. London : Roultledge 2000
  • Subono, Nur Iman. “Civil Society”, Patriarki, dan Hegemoni. http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/3-Boni.pdf, 13 April 2011
  • Simon, Roger. Gramsci’s Political Thought : an Introduction . London,1999
  • The Booklet of We Are Everywhere. Verso. 2003
Khasnabish, Alex. Zapatista Rebellion From the Grassroot To The Global. Canada : Fernwood publishing, 2010



·         [1] Plhwe, dieter, Berhand Walpen and Gisela Neunhoffer. Neoliberal Hegemony  : A Global Critique. New York : Routledge, 2006
[2] Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[3] http://www.capitalism.org/faq/capitalism.htm
[4]  Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[5] Luxembur, Rosa.  The Accumulation Of Capital. New York  : Routledge, 2003
[6] Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[7] Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
[8] Jameson, Fredric. Routledge Critical Thinker. London : Roultledge 2000
[9] Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
[10] Subono, Nur Iman. “Civil Society”, Patriarki, dan Hegemoni. http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/3-Boni.pdf, 13 April 2011
[11] Simon, Roger. Gramsci’s Political Thought : an Introduction . London,1999
[12] The Booklet of We Are Everywhere. Verso. 2003
[13] Khasnabish, Alex. Zapatista Rebellion From the Grassroot To The Global. Canada : Fernwood publishing, 2010
[14] Khasnabish, Alex. Zapatista Rebellion From the Grassroot To The Global. Canada : Fernwood publishing, 2010