Jumat, 06 Mei 2011

Komodifikasi,Sebuah Refleksi Pendidikan Indonesia


Pendidikan menurut K.H Dewantara (bapak pendidikan Indonesia ) adalah sebuah daya upaya untuk memajukan budi pekerti(karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani selaras dengan alam dan sekitarnya. Sedangkan Edgar Dale menyatakan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan oleh masyarakat, keluarga dan pemerintah melalui bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung disekolah dan diluar sekolah, sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranannya dalam berbagai lingkungan hidup ditengah-tengah masyarakat.

Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya mendidik dan pembentukan karakter agar dapat menjadi sesuatu yang berguna ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah hal yang penting bagi suatu bangsa, perkembangan suatu bangsa ditentukan oleh bagaimana system pendidikan disana. Mengingat peran sentral dari pendidikan sebagai basis fundamental pembangunan bangsa, Undang-undang pun mengatur bagaimana pendidikan itu seharusnya terselenggara, seperti yang tujuan pendidikan yang diatur oleh UU no 20 Tahun 2003, yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta  pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka menderdaskan kehidupan bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif , mandiri, dan menjadi warga negara yang kreatif dan bertanggung jawab.”

Mengetuk Pintu Yang Terbuka II ( The Progress of Movement )


Maka pertanyaan yang harus kita jawab selanjutnya adalah, setelah mengetahui apa itu kapitalisme dan bagaiman kapitalisme telah menginjeksi suprastruktur masyarakat sehingga diterima menjadi suatu common sense dan hal lumrah, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikannya?
                                     

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka saya akan mengambil suatu konsep yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci, dimana Gramsci menyatakan bahwa kapitalisme menjadi ide yang dominan dikarenakan pewacanaan yang dikonstruksi oleh pihak borjuasi, untuk itu diperlukan suatu tandingan wacana ditengah-tengah masyarakat dan membentuk suatu common sense baru, sehingga masyarakat sadar akan keterasingan mereka atau dengan kata lain melakukan counter hegemoni terhadap wacana dominan yang ada[1]. Saya akan menganalogikan counter hegemoni seperti contoh dibawah ini :

·         Jika kita mengibaratkan kapitalisme adalah suatu pohon yang besar, ideology atau wacana kapitalisme adalah akar dari pohon tersebut, yang mana merupakan penyuplai kebutuhan kapitalisme untuk tetap bertahan hidup, dan masyarakat adalah tanah tempat pohon tersebut tumbuh ( atau dapat dikatakan sebagai media hidup kapitalisme). Maka untuk mematikan pohon tersebut tumbuh kita harus meracuni tanah tempat pohon tersebut tumbuh, agar akar segera mati dan pohon yang seberapapun besarnya akan ikut mati, karena tanah sebagai media tumbuhnya tidak lagi meyuplai unsur-unsur yang dibutuhkan pohon untuk hidup. Peracunan terhadap pohon tersebutlah yang disebut sebagai penebaran wacana tandingan atau counter hegemoni dalam masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi menjadi alat berlangsungnya system kapitalisme, bahkan bangkit untuk menghentikan system tersebut.

Namun sebelum kita mencapai langkah tersebut, maka kita harus membentuk suatu bloc yang solid, saya merasa bahwa Magenta berpotensi sebagai suatu bloc yang solid untuk melakukan counter hegemoni terhadap kapitalisme saat ini. Karena kita yang tergabung disini mereka orang-orang yang tidak lagi tertidur dalam kenyamanan selimut kedamaian palsu kapitalisme,  sungguh sangat membahagiakan bagi saya dapat berkmpul dalam barisan sadar dan tetap terjaga ini. Barisan yg digerakkan oleh nurani mereka meski magenta tidak pernah menawarkan apa-apa. Sunggh begitu membanggakan juga bagi saya bisa berada dalam satu wadah bersama mereka yg mengerti posisi mereka dan tahu landasan pergerakan mereka,barisan ini meski hanya kelmpok kecil tapi bagi saya terasa seperti dikelilingi ribuan orang karena cakrawala pengetahuan yang begitu mempesona,dan bersama rekan-rekan magenta,merubah dunia pun bukan utopis lagi rasanya. Karena itulah setelah kita berhasil membentuk blok perlawanan ini, tiba saatnya bagi kita untuk maju ketahap selanjutnya, sudah saatnya bagi kita untuk menentukan arah perjuangan ini, karena penacpaian yang telah kita capai hanyalah sebuah langkah kecil yang harus tetap kita lanjutkan,sudah saatnya bagi kita untuk mengetuk pintu-pintu yang telah terbuka dan telah membuang selimut kedamaian palsunya. Agar tangan-tangan yang menjanjikan kepalan dapat berintegrasi dan memperkuat perlawanan kita.

Sudah saatnya kita menyatakan dan memperlihatkan kesungguhan kita, maka dari itu mari kita bakar pintu yang telah kita buka itu, sehingga kita tidak akan berbalik lagi dan mantap menapaki jalan ini, agar kita tidak lagi berbalik dan terlena dengan selimut-selimut kedamaian palsu, dan memberikan setiap partisipasi kita untuk perubahan yang selama ini kita impikan. Percayalah, sebuah perjuangan yang tidak disertai kebulatan tekad dan keteguhan hati hanya akan menghasilkan pecundang yang akan ditempatkan dalam kantong sampah sejarah. Dan perubahan besar selalu diawali dengan perubahan dari dalam diri kita sendiri.

Selain itu sudah saatnya bagi kita untuk menyamakan persepsi dan menyatukan hati karena saat hati kita telah menjadi satu maka akan timbul rasa saling memiliki dan perasaan untuk saling menjaga, hati yang bersatu akan menopang hati yang lain sehingga tercipta suatu sinergi yang kuat. Hati yang telah bersatu tidak akan membiarkan sahabatnya maju kemedan perang sendirian. Pergerakan yang disertai hati yang telah bersatu bagaikan sebuah rombongan bangau, dimana kelompok bangau yang bermingrasi akan membentuk formasi V, bangau yang didepan akan selalu didukung oleh bangau yang dibelakangnya, bangau yang dibelakang akan selalu memberikan suara semangat kepada bangau yang didepan agar bangau yang didepan tetap yakin memimpin, namun bangau lain akan segera mengambil inisiatif untuk mengambil pimpinan barisan saat bangau didepan kelelahan, dan apabila ada bangau yang terluka dan tidak dapat melanjutkan perjalanan maka ada dua ekor bangau yang lain ikut turun juga menjaga bangau yang terluka,mereka akan tetap menjaganya dan saat ia bisa melanjutkan perjalanan maka ketiga bangau tersebut akan bergabung dalam formasi bangau lain yang sedang melintas[2].

Kekutaan hati yang bersatu mampu membuat bangau menempuh perjalanan ribuan kilometer dari utara yang membeku dimusim dingin menuju daerah selatan yang lebih hangat. Hati yang bersatu tidak dimiliki oleh kapitalisme karena logika interaksi dalam kapitalisme adalah interaksi fungsional, yaitu seberapa besar orang lain itu berguna untuk mendapatkan kepentingan mereka, dan mereka terpisah oleh kotak-kotak individualistik mereka sendiri.

Maka dari itu,saat hati kita telah terintegrasi satu sama, meskipun kita hanya berjumlah 100 orang dan para kapitalis berjumlah 1000, maka perlawanan yang terjadi adalah 100 orang melawan satu orang yang dilakukan 1000 kali.

Mari kita lakukan apapun,selama masih terbentang langit tak terbatas diatas kita, meskipun nanti kita tidak berhasil, setidaknya saat tua nanti ketika langit itu telah berubah menjadi langit-langit yang membatasi kita,langit-langit itu bercerita coretan tentang mimpi-mimpi kita dan bagaimana kita tak pernah sekalipun menggadaikan impian kita ,setidaknya langit-langit itu akan jadi dongeng pengantar tidur anak cucu kita, bahwa pahlawan itu ada, yaitu orang-orang yang berjuang untuk apa yang diyakininya dan bibit yang telah kita tebarkan pasti akan tumbuh menjadi harapan baru dengan kematangan dan kekuatan yang lebih besar lagi, akasia-akasia perlawanan pasti akan tumbuh menggantikan kamboja.
Rekan-rekan semua, marilah terus berdinamika dan menggapai mimpi-mimpi tersebut, mari terus mengetuk pintu-pintu yang terbuka dan membangunkan mereka yang saat ini masih dinina bobokan oleh selimut kedamaian palsu
jalan ini masih jauh membentang....

Padang, 6-5-2011
Gilank Ralicha
Komunitas
Masyarakat Gerilyawan Kota



[1] Haraiman, Abd. Malik, dkk . Pemikiran-Pemikiran revolusioner. Averroes Press, 2003
[2] Sean R Covey-the 7 habits of highly effective teens.

Mengetuk Pintu Yang Terbuka I (The Origin Of Capitalism)

Tulisan ini merupakan tulisan yang saya sampaikan dalam rapat konsolidasi komunitas MasyarakatGerilyawan Kota (MAGENTA) dimana saya tergabung didalamnya, dan saya berpikir mungkin akan berguna bagi rekan-rekan yang lain, karena dalam tulisan ini saya mendefinisikan kapitalisme dan hal-hal yang diperlukan untuk melawannya, karena tulisan yang terlalu panjang dan sulit bila dibaca dalam satu halaman maka tulisan ini akan saya bagi menjadi 2 bagian yang terintegrasi satu sama lainnya, semoga ini dapat menjadi suatu tambahan referensi bagi kita semua untuk tetap dalam barisan sadar dan menentang kapitalisme..akhir kata selamat membaca :-)



Mengetuk Pintu Yang terbuka
Kita Tidak Sendirian, Kita Satu Jalan
Tujuan Kita Satu Ibu : Pembebasan!!
Tujuan kita satu ibu-Widji Thukul[1]

Secara garis besar kapitalisme dapat kita artikan sebagai pengakuan hak-hak kepemilikan pribadi dan kebebasan kepemilikan mode produksi oleh sekelompok orang saja. Sehingga terbentuklah dua kelas masyarakat, yaitu borjuis (mereka yang memiliki modal) dan Ploretar (kelas pekerja, yaitu mereka yang tidak memiliki mode produksi)[2]. Bagi mereka yang tidak memiliki mode produksi maka tidak akan memiliki akses untuk berproduksi, sehingga untuk tetap melengkapi kebutuhan hidup mereka untuk dapat tetap bertahan hidup maka para kelas pekerja akan menawarkan diri mereka para borjuis untuk melakukan proses produksi dan dibayar untuk itu. Namun dengan kekuatan ekonominya para borjuasi cenderung melakukan eksploitasi terhadap para ploretar, melalui pembayaran hasil kerja yang sangat rendah dan tidak sesuai dengan apa yang telah dihasilkan oleh para ploretar. Para borjuasi akan berusaha semaksimal mungkin melakukan efisiensi agar mereka dapat mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya.

Sistem produksi seperti ini akan menyebabkan suatu ketidak adilan sosial, system ini akan membuat para borjuis mengejar egoistik kepentingannya dirinya sendiri,dimana mereka yang berkontribusi sangat sedikit dalam proses produksi namun mendapatkan lebih banyak dengan legitimasi bahwa mereka memiliki faktor prdoduksi.  Dan mereka yang telah membanting tulang dan memeras keringat untuk menghasilkan komoditas hanya mendapatkan pembagian sangat sedikit dari hasil kerja mereka, untuk memperjelasnya saya akan menggunakan contoh kasus dibawah ini:



·         Seorang buruh sawit di Pasaman, yang bekerja setiap hari dalam satu bulan hanya mendapatkan pembayaran yang sangat sedikit, mereka hidup dibawah garis kemiskinan dan seringkali berhutang pada akhir bulan untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka, sedangkan para pemilik kebun, hanya datang 1 kali satu bulan dan mereka mendapatkan pembayaran yang cukup untuk membeli sebuah mobil baru dalam waktu yang sama.[3]


Begitu memiriskan, mungkin itu kata yang akan kita lontarkan melihat bagaimana kapitalisme telah membuat manusia menindas manusia lainnya dengan menghilangkan moralitas dan mengganti nilai manusia sebagai makhluk organis menjadi makhluk yang mekanis, yang mebuat hubungan antar manusia tidak lagi menjadi hubungan sosial, melainkan hubungan fungsional[4], yang hanya berguna untuk kepentingan mereka. Sistem inilah yang menghasilkan plutocratic society yaitu masyarakat parasit yang kerjanya menghisap masyarakat lainnya demi mendapatkan untung yang sebesar-besarnya, dan menciptakan suatu jurang sosial dengan gaya hidup mereka yang mewah,sementara orang disekitar mereka untuk mencukupi kebutuhan makan mereka saja sulit.[5]

Karena itulah perlu bagi kita untuk melawan system ini agar tragedy kemanusiaan tidak terus berlanjut dan system produksi yang tidak adil dapat diakhiri. Sehingga kesejahteraan sosial dapat terdistribusikan dengan rata,dan dapat menciptakan suatu mode produksi yang adil dan tidak ekpolitatif lagi.Suatu system yang tidak mengasingkan hakikat bekerja sebagai suatu wadah ekspresi diri.

Namun akan muncul pertanyaan selanjutnya dibenak kita, bagaimana mungkin system yang begitu jahat ini dapat diterima sebagai suatu common sense yang berlaku tidak hanya dalam satu negara melainkan hampir diseluruh dunia ? bagaimana mungkin eksploitasi dianggap suatu hal yang lumrah dan tidak mendapat perlawanan?


Gramsci menyatakan bahwa untuk menjadikan suatu wacana menjadi common sense  dilakukan melalui instrument suprastruktur, contohnya adalah budaya dan ideolgi. Dimana wacana-wacana mode produksi kapitalisme diinjeksikan kedalam suprastruktur masyarakat melalui penguasaan pemikiran masyarakat sehingga mereka akan berpikir bahwa model produksi seperti ini adalah suatu hal yang logis dan memang mengintepretasikan suatu model yang ideal saat ini.[6]

Namun itu tidaklah cukup untuk membuat masyarakat menerima terus menerus system ini, karena lambat laun masyarakat akan sadar dan merasakan keterasingan mereka dari hakikat sosialnya. Untuk itu kapitalisme dipelihara dengan selimut kedamaian-kedamaian palsu, sehingga masyarakat teralienasi dan tidak menyadari keterasingan mereka dari realitas sosial dengan pembentukan post-realitas[7] dengan menanamkan nilai-nilai symbol sebagai suatu tolak ukur nilai sosial dengan mengkomodifikasi segala hal. Karena itulah masyarakat dibuat terasingkan dari dunia sosialnya dan menjadi konsumptif karena hubungan sosial bukan lagi interaksi manusia berdasarkan kesamaan minat dan perhatian melainkan berdasarkan komoditas-komoditas yang menjadi nilai symbol sosial saat itu (contohnya adalah bagaimana sebagian masyarakat kita saat ini sibuk membeli hal-hal yang dianggap kekinian, seperti HP Blackberry, Kendaraan terbaru serta fashion terbaru yang dianggap sebagai syarat diterima dalam suatu interaksi sosial). Masyarakat tidak lagi berpikir bagaimana caranya memperbaiki permasalahan sosial yang ada melainkan sibuk saling bersaing agar dapat membeli symbol-simbol sosial sehingga posisi tawar mereka dalam interaksi sosial dapat terus terangkat, dan ekspolitasi kapitalisme tidak lagi menjadi suatu permasalahan lagi.


[1] Thukul,Widji. Aku Ingin jadi Peluru. Indonesia Tera. 2000
[2]  Magnis Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis Keperselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama, 2001
[4] Ibid,hal 78
[5] Simon, Roger. Gramsci Political Thought, An Introduction. London:  Elec book..1999
[6] Ibid, 23
[7] Sebuah konsep yang dikemukakan Yasraf Amir Piliang, dalam bukunya Post-Realitas